Jumat, 07 November 2014
Senin, 11 Agustus 2014
Kebaya Bali--- Karya Seni yang Sering Muncul dalam Upacara Yadnya
Masyarakat Bali sudah
dari dulu melaksanakan upacara yadnya yang merupakan bentuk ajaran agama Hindu,
hal itu menyebabkan upacara yadnya tersebut menjadi bagian yang tidak akan
terpisahkan dari keberadaan masyarakat Bali. Bahkan tidak jarang pelaksanaan
ngaturang banten dan upacara yadnya tersebut dijadikan ciri khas dari
masyarakat Hindu itu sendiri.
Dalam pelaksanaan
yadnya tersebut, sebenarnya jika disimak dan diperhatikan dengan baik ada hal
menarik yang selalu menyertai, yaitu kebaya yang digunakan oleh ibu-ibu atau
kaum perempuan dalam melaksanakan upacara yadnya tersebut. Baik sebagai
pengayah mangku atau sang sane muput upacara ataupun sebagai pengayah di bagian
lain. Bentuknya serta coraknya yang sangat beragam seolah ikut memeriahkan
pelaksanaan upacara yadnya tersebut agar semakin semarak.
Kualitas dari sebuah
kebaya tentu tergantung dari bagaimana kualitas jahitannya serta juga
ditentukan oleh jenis kain yang digunakan sehingga harus benar-benar dipilih
agar sesuai dengan minat atau jenis baju yang akan dibuat. Setidaknya hal
tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bu Candra, salah
satu penjahit kebaya yang tinggal di Br. Dukuh Moncos, Sobangan, Mengwi ini. Beliau
mengatakan bahwa dalam menghasilkan baju yang bagus dan kualitasnya memuaskan,
tidak cukup hanya dengan pas sesuai dengan ukuran pemesan. Jenis kainnya juga
harus ditentukan dengan baik karena ada kain yang kualitasnya kurang bagus
sehingga ketika setelah dijadikan baju dan dicuci berkali-kali baju tersebut
akan menciut atau melonggar sehingga tidak lagi sesuai dengan ukuran pemesan
meski tidak semua kain kebaya kualitasnya seperti itu. Selain itu lebih lanjut
ibu dua anak ini menjelaskan bahwa mode kebaya saat ini sudah sangat beragam
sehingga orang-orang menjadi kembali tertarik untuk membuat berbagai jenis
kebaya baru dan dengan bentuk serta rancangan yang mereka ciptakan sendiri.
Terutama menjelang adanya piodalan-piodalan atau upacara-upacara keagamaan
lainnya.
Keberadaan berbagai
jenis kebaya yang saat ini selalu kita lihat terutama saat pelaksanaan upacara
agama tentu menunjukkan bahwa masyarakat Hindu Bali juga memiliki rasa seni
yang tidak kalah besarnya dengan rasa bhakti terhadap Yang Maha Kuasa .
Terbukti berbagai jenis mode baru dari kebaya seolah selalu menyambut datangnya
hari suci serta pelaksanaan upacara yadnya. Semoga saja penggunaan kebaya yang
bermacam mode tersebut tidak menjadi ajang persaingan bagi masyarakat terutama
kaum wanita sehingga mereka lebih terfokus pada persaingan gengsi saja tanpa
memahami nilai sradha dan bhakti dalam pelaksanaan upacara tersebut. (wan)
Buah Salak--- Bisa Diolah Menjadi Makanan Lainnya
Ketika
kita jalan-jalan ke daerah Karangasem atau bahkan sembahyang ke Pura Besakih,
tentu akan banyak sekali melihat penjual buah salak. Hal tersebut tentu saja
karena Karangasem terutama daerah Sibetan dan Bebandem memang terkenal sebagai
daerah penghasil buah salak dan bahkan salak dengan varietas yang unggul
seperti salak gula pasir juga dihasilkan di daerah ini. Jadi tidaklah salah
jika daerah ini dijuluki sebagai daerah atau bumi salak.
Buah
salak sendiri sudah dikenal masyarakat Bali sejak dulu. Bahkan salak seolah
tidak pernah absen untuk menjadi bagian dari banten yang dihaturkan masyarakat ketika piodalan atau
upacara-upacara yadnya lainnya. Dengan bentuk yang khas, salak menjadi sangat
diminati oleh masyarakat karena rasanya yang manis atau kadang agak sedikit asam.
Akan tetapi belum semua masyarakat mengetahui bahwa salak bisa dinikmati atau dijadikan
makanan lain selain menjadi buah saja.
Menurut Bu Wayan Simpen Armini yang merupakan petani salak termasuk salak gula
pasir, banyak sekali makanan dan minuman yang bisa dibuat dengan menggunakan
bahan dasar buah salak. Kualitasnya sendiri tidaklah kalah baiknya dengan
barang-barang atau makanan yang dibuat di pabrik-pabrik modern. Misalnya saja
kripik salak, adapun cara membuatnya yaitu pertama-tama salak dikupas kemudian
dicuci dengan air kapur dan ditambahkan dengan sedikit asam sitrat. Setelah itu
salak tersebut kemudian direbus setengah matang kemudian diangkat dan
dipanggang dengan menggunakan oven. Setelah matang kemudian didinginkan sejenak
dan dibungkus atau dinikmati.
Sedangkan
untuk membuat Wine, langkah-langkahnya yaitu buah salak tersebut ditumbuk dan
digiling untuk diambil airnya, kemudian air salak tersebut dicampur dengan air
rebusan kacang hijau dengan ditambahkan gula pasir dan putih telur. Kemudian
campuran tersebut ditempatkan ke dalam botol dan didiamkan sampai benar-benar
bening dan kotoran-kotorannya mengendap di dasar botol. Setelah benar-benar
bening kemudian dikemas dan siap dinikmati.
Selain
kripik salak dan Wine tadi, ada pula makanan dan minuman lainnya seperti sirop
salak, gorengan, dodol dan bahkan permen salak yang dulu sempat dikonsumsi oleh
masyarakat Bali meskipun saat ini permen salak sudah jarang ditemukan
keberadaannya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui dan memahami
potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk nantinya dapat diolah dan
dimanfaatkan dengan baik sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat kecil dan menengah ring Bali. (wan)
Senin, 27 Januari 2014
Penjual Lumpiang--- Dilarang Berjualan, namun Selalu Diharapkan Keberadaannya oleh Pengunjung
Dalam menjalani hidup
ini, tentu manusia sangat perlu untuk bekerja, karena dengan bekerja manusia
memiliki penghasilan sehingga nantinya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Banyak sekali jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan baik
itu yang memerlukan keterampilan khusus yang bisa didapat melalui lembaga
pendidikan ataupun yang bisa dipelajari sendiri. Adapun yang bisa dipelajari
sendiri diantaranya seperti menjual makanan kecil, salah satunya adalah menjual
lumpiang.
Keberadaan penjual
lumpiang yang biasanya membawa barang dagangannya tersebut dengan disuun
tersebut sering ditemukan di berbagai tempat-tempat ramai seperti di kawasan
pantai Sanur, lapangan Puputan Badung dan Renon atau di acara-acara serta
tontonan-tontonan masyarakat yang sedang dilangsungkan di suatu pusat
keramaian. Para penjual lumpiang seringkali dicari oleh masyarakat yang ingin
menikmati makanan ringan yang dibalur dengan saus kacang yang khas ini. Bahkan
tidak jarang ada masyarakat yang pergi ke tempat atau pusat keramaian tersebut
hanya untuk dapat membeli dan menikmati jajanan lumpiang serta tidak berniat
untuk menikmati apa yang acara sedang ditampilkan di tempat tersebut. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah sangat mengenal jajanan lumpiang
ini dan jajanan ini memiliki penggemarnya tersendiri.
Akan tetapi, meski
keadaannya demikian, penjual lumpiang juga tidak pernah luput dari penggusuran.
Sama seperti pedagang-pedagang asongan lainnya, pedagang lumpiang juga
seringkali terlibat kejar-kejaran atau “kucing-kucingan” dengan petugas dari
pihak tramtib atau Satpol PP. Biasanya mereka yang tertangkap barang
dagangannya akan diambil dan dibawa ke kantornya di Renon. Bagi pedagang yang
tidak berani menghadap ke kantor tentu tidak akan mendapatkan barang-barangnya
sedangkan bagi yang mau mengambilnya akan mendapatkan kembali barang-barangnya
serta akan mendapat peringatan dan dilarang kembali berjualan di sekitaran
lokasi yang telah dilarang tersebut seperti misalnya di kawasan lapangan
Puputan Badung, demikian disebutkan oleh Ni Wayan Satri, salah satu penjual
lumpiang yang sering berjualan di kawasan Lapangan Puputan Badung ini.
Beliau mengatakan bahwa
meski dilarang beliau tetap berjualan karena pekerjaan yang dilakukannya ini
adalah pekerjaan yang positif serta tidak mengganggu masyarakat bahkan justru
masyarakat berharap agar penjual lumpiang seperti beliau tetap ada di lokasi
seperti Puputan Badung terbukti dengan tetap tingginya minat dan daya beli
masyarakat terhadap jajanan khas yang satu ini. Ketika ditanya mengenai apa
alasan pelarangan berjualan di areal Puputan Badung ini, beliau mengatakan
bahwa alasan yang disampaikan oleh pihak Satpol PP tidak jelas. Demikian sebut beliau.
Kenyataan seperti
inilah yang tidak jarang membuat masyarakat heran. Betapa tidak? Ditengah
masyarakat menunjukkan bukti bahwa mereka tidak menyerah dengan tuntutan
ekonomi dan mengunakan cara-cara kreatif untuk mendapatkan penghasilan dengan
benar, justru mereka dilarang dan dihantui dengan perasaan cemas kalau-kalau
mereka akan diciduk petugas, padahal masyarakat sendiri tidak jarang
mengharapkan keberadaan pedagang-pedagang kecil seperti ini di lokasi atau
tempat-tempat keramaian seperti Puputan Badung. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan yang ada belum berpihak pada kelompok masyarakat-masyarakat pedagang
kecil seperti Bu Wayan Satri ini. Semoga kedepannya muncul kebijakan yang sifatnya
juga menguntungkan bagi golongan masyarakat kecil dan menengah seperti beliau. (wan)
Jumat, 17 Januari 2014
Teks Tari Sekar Jepun (Tari Maskot Kabupaten Badung)
Kesucian
dening masa
Sekar
Jepun pinaka sarana
Tat
kala manggehang
Ning
kayun sujati
Unteng
ne pinaka
Paleburan
Panca Maha Bhuta
Kuning
petak................kesucianne
Ring
Sang Hyang Widhi Wasa
Mogi
asung kerta
Dulurin
sembah bakti
Reff
:
Ampurayang
solah ingsung
Jagadhita
kalanggengin
Langganan:
Postingan (Atom)