Ya Tuhan semoga tak terhalang dan terkabul.
Perkenankanlah
hamba membacakan Batara semua, hendaknya semoga hamba tidak terkena kutuk.
Ketika Hyang Genijaya turun
di Desa Kuntul, adalah putra beliau dua orang, yang pertama bernama Mpu Witadharma, dan adiknya Sangkulputih. Mpu witadharma
berputra seorang bernama Mpu
Wiradharma. Demikian pula Sangkulputih berputra seorang juga, bernama Dukuh Sorga.
Selanjutnya Mpu Witadharma berputra
tiga orang yang pertama bernama Mpu
Lempita, yang kedua Mpu
Ajnyana, dan yang ketiga bernama Mpu
Pastika. Selanjutnya Mpu Lempita berputra dua , yang pertama bernama Mpu Kuturan, adiknya bernama Mpu Pradah. Mpu Kuturan bermukim
di lemahtulis. Selanjutnya Mpu Bradah pergi ke Daha, beliau dijinjung oleh
masyarrakat Daha, berputra seorang
bernama Mpu Bahula. Kemudian
Mpu Bahula kemudian Mpu Bahula berputra dua orang , pertama bernama Mpu
Tantular, dan adiknya bernama Mpu Candra.
Selanjutnya
Mpu Tantular berputra empat orang, yang tertua bernama Mpu Penawasikan, kedua
Mpu Asmaranata, ketiga Mpu Sddhimantra, dan yang terakhir bernama Mpu
Kapakisan.
Kembali
diceritakan Mpu Penawasikan, beliau berputra seorang bernama Ida Patni Tlagahurung.
Mpu Asmaranatha berputra dua orang, pertama Mpu Angsoka, adiknya Mpu Nirartha.
Mpu Siddhimantra beliau tidak berputra.
Mpu
Kapakistan nama beliau, Mpu yang berbudi luhur beliau diangkat sebagai pendeta
istana oleh Mahapatih Gajahmada beliau berputra yang keluar dari sebuah batu,
yang didapat dari hasil melaksanakan “surya sewana’ memperoleh seorang
wanita cantik di taman, di pakai sebagai permaisuri oleh beliau, berputralah
mereka emapt orang, tiga orang laki-laki dan seorang wanita, berkat Gajahmada itulah selanjutnya menjadi raja. Putra beliau
yang pertama menggantikan di Blangbangan, yang kedua menggantikan di pasuruan,
yang ketiga diangkat di Bali. Terakhir yang wanita di Sumbawa.
Sekarang
diceritakan Mpu Siddhimatra, di daerah Janggala, beliau tidak berputra. Lalu inginlah beliau
untuk berputra yang keluar dari kehebatan yoga beliau. Sekarang beliau membuat
upacara’homa’, bersaranakan seonggok arang, disertai dengan permata
asebesar ibu jari (Sanggusta) besarnya, diupacarai seperti yang sudah-sudah.
Setelah selesai segalaupacara kurban itu, lalu dimantrailah upacara homa itu
oleh beliau, ketika nyala api sedang berkobar-kobar. Konon ketika nyala api
sedang redup, lalu keluarlah anak laki, segeralah diambil oleh beliau, disertai
oleh istri beliau, Sangat tampan dan bagus rupa anak itu. Lama beliau
memeliharanya, tidak diceritakan sesudah mereka besar, kemudian diberi nama
Sang Manik Angkeran, perilakunya Sangat bandel.
Bahwasanya
Mpu Nirartha mengambil istri di Daha, beliau berputra dua orang, yang satu
wanita bernama Ida Ayu Wayah Kanya, adiknya yang laki bernama Ida Made Kulwan.
Lagi
beliau Mpu Nirartha mengambil istri dari pasuruan, berputradua orang laki-laki
bernama Ida Lor dan Ida Ler.
Setelah
beliau pergi dari Pasuruan, lalu beliau mengambil Desak dari Blambangan dan
berputra tiga orang bernama Danghyang Wetan, yang wanita bernama Ida Ayu
Swabhawa, dan yang terakhir bernama Danghyang Sakti Tlaga, yang ibunya berasal
dari Kaniten. Itulah sebabnya beliau pergi ke Bali, karena dicurigai mempergunakan
guna-guna, oleh karena keringat beliau yang Sangat harum. Segala yang dapat
disentuhnya berbau harum, oleh karena keringat beliau bagaikan air mawar.
Adapun
beliau Raja Blambangan, menyuruh istrinya mengarang tentang beliau, dalam
bentuk nyayian “siapa yang dapat melipur duka laraku” oleh istri beliau yang
berasal dari Kaniten yang bagaikan Dewi Saraswati, Beliau Danghyang Nirartha
mencintainya. Panjang bila diceritakan.
Setelah Mpu Nirartha pergi dari Blambangan,
berjalan mempergunakan buah waluh (sejenis labu). Kaki dan tangan beliau
sebagai dayung, kemudiannya, istri dan anak beliau ketujuhnya, dibawa oleh
pelaut, dengan sampan yang bocor, kemudian sampailah beliau di Kapurancak
daerah pesisir Bali. Demikiannlah ceritanya dahulu. Beliau Raja Blambangan
akhirnya wafat, bagaikan terkena kutukan, karena banyak bala tentara beliau
yang binasa. Oelh karena kesaktian dari Sri Aji Baturenggong ibarat Hyang
Pasupati, sehingga Sri Juru (Raja Blambangan) tenggelam di neraka.
Sekarang
diceritakan Sang Manik Angkeran, bukan main gemarnya berjudi, segala bentuk
perjudian dikuasainya, saat itulah ayahnya berpikir dalam hati, oleh karena
memang kehendak dewata beliau tidak berputra, lalu lahirlah seorang putra,
beginilah akibatnya, habislah semua arta bendanya digadaikan oleh Sang Manik
Angkeran, beserta tempat air suci(Siwambha)dijualnya, ayahnya menjadi bingung.
Kemudian Sang Manik Angkeran menghilang dari rumahnya, tidak diketahui kemana
perginya, lalu ayah dan ibunya menjadi sedih, saat itulah ayahnya mencari
kesana kemari, berkelana sampai ke Jawa Bagian barat, namun tidak juga
dijumpai. Akhirnya sampailah ia di Bali (Bangsul). Tidak diceritakan sampailah
beliau di daerah Besakih, disana beliau menjumpai di sebuah gua, tempat stana
Sang Naga Basukih, disana beliau Mpu beryoga dengan mantram utama. Setelah
selesai doa yang diiringi bunyi genta beliau, lalu keluarlah Sang Naga Basukih
dari dalam gua itu, rupanya Sangat menyeramkan, dan berkata, Siapah gerangan
yang datang ke sini ? apakah tamu saya ,”Sang Mpu lalu menjawab”, hamba dari
daerah Janggala. Kembali Sang Naga Basukih berkata. Sejak tidak ada orang yang
berani kemari.”Sang Mpu menjawab”, hamba mencari anak hamba, tidak ketemu.
Selanjutnya Sang Naga Basukih berkata, ia anak Mpu sudah datang, ia sudah ada
di rumah. Nah Mpu mulai sekarang maukan Mpu bersahabat dengan saya (Naga
Basukih) ?, Jawab Sang Mpu, ya saya senang, “ kemudian Sang Naga Basukih
berkata”, lain kali datanglah Mpu kesini, carikan saya air susu lembu(ampean),
sekarang pulanglah Mpu, anak Mpu sudah ada di rumah. Setelah itu permisilah
Sang Mpu kepada Naga Basukih, segera pulang, melewati Gunung Munduk yang
berderetan dengan Gunung Semeru dari Gunung Tulukbiyu.
Tidak
diceritakan dalam perjalanan, segera beliau sampai di daerah Janggala, tiba-tiba
dilihatnyalah anak beliau sudah ada di rumah, selanjutnya berkata kepada kepada
Sang Manik Angkeran. “ Kesana-kemari ayah mencari kamu, sampai melewati pulau
Jawa, dan sampai ke pulau Bali kamu ayah cari “, Sang Manik Angkeran dengan
tunduk menjawab,” Mengapa ayah mencari saya sampai kemana-mana, salahkah saya,
apakah saya tidak akan pulang,” ?
Kemudian
berselang beberapa hari, ingatlah Sang Mpu akan perkataan Naga Basukih, oleh
karena perkataannya Sangat rahasia, tidak dapat diceritakan, selanjutnya Sang
Mpu berhasil merahasiakan, mencarikan air susu lembu, tidak diceritakan beliau
berhasil mendapatkan air susu lembu itu. Beliau kembali datang ke Besakih
menghadap kepada Sang Naga Basukih, tak berselang lama, datanglah beliau di
hadapan goa itu, segera Sang Mpu mengucapkan mantra Basukih (Basukih astawa),
serta membunyikan genta, dalam sekejap keluarlah Sang Naga Basukih, melihat
Sang Mpu datang, lalu menyapa, “ Mengapa cepat Sang Mpu datang,” Menjawab Sang
Mpu, oh tuan hamba datang, Selanjutnya Sang naga berkata amatlah cepat M[pu
datang, Ya agak cepat tuan (naga Basukih), “ Mempersembahkan sesuai permintaan
saya dulu”, jawab Sang Naga Basukih. Suapilah saya, lalu Sang Mpu menyuguhkan
air susu lembu itu, maka sangat senang menyantapnya, oleh karena senangnya
tidak ada yang mengotori sampai ke halaman dalam yang sanagt dirahasiakan,
semuanya menyatu. Setelah keduanya selesai bercakap-cakap, Sang Mpu mohon pamit
untuk pulang ke Janggala. Ah mohon diri sekaligus, lalu Sang Naga Basuki
berkata, Ah inilah bawa, lalu Sang Naga Basukih menggerakkan badannya. Banyak
mas berjatuhan ke tanah, sebeb Sang Naga bersisikan mas, di ekornya intan
besar, lalu Sang Naga Basukih berkata, Ah ini karena ikhlas dan senangku kepada
Sang Mpu, nah ambilah. Segeralah mas itu diambil oleh Sang Mpu, iapun pulang.
Tidak diceritakan dalam perjalanan, sampailah Sang Mpu di rumah, oelh karena
itu ditanyailah Sang Mpu oelh Sang Manik Angkeran karena baru pulang perihalnya
membawa mas banyak, dimanakah ayah dapatkan ? Beritahulah saya. Segera ayahnya
menjawab. Janganlah kamu bertanya seperti itu, karena rahasia tidak dapat
diceritakan. Oleh karena demikian jawaban ayahnya, lalu Sang Manik Angkeran
pergi, akan tetapi setiap hari meminta bekal, akhirnya abislah mas itu.
Hentikan sejenak. Sekarang diceritakan ibu Sang Manik Angkeran, dengan penuh
harapan bertanya kepada Sang Mpu. “Sebenarnya dimanakah Sang Mpu mendapatkan
mas itu, beritahulah saya”. Jawab Sang Mpu, “ Tidak dapat diceritakan, oleh
karena sangat rahasia, tidak dapat disebarkan. “Istrinya menjawab. Hanya saya
sajalah yang diberitahu. “Oleh karena itu diberitahulah istrinya” .Itu saya
ambil di Besakih. Bertanya istrinya. Bagaimana cara Sang Mpu mendapatkannya
sehingga dikasi mas. Sang Mou lalu berkata, Ketika saya mencari Manik Angkeran
yang hilang, sampailah saya di Besakih, disana saya menjumpai sebuah gua,
disana saya beryoga diiringi dengan suara genta, lalu Sang Naga Basukih keluar
dengan rupa yang sangat angker dan besar, bersisikkan mas, berekor intan, takut
saya melihatnya. Rahasiakan ini supaya anak kita tidak kesana, oleh karena
sangat angker rupanya, tiadak ada orang yang berani datang kesana, Sang Naga
lalu berkata kepada saya, Sang Manik Angkeran sudah di rumah. Begitulah
perkataannya kepada saya, selanjutnya Sang Naga bersahabat dengan saya, beliau
Sang Naga meminta air susu lembu (empehan), itulah
Sebabnya
saya kembali ke sana, memberikan air susu lembu itu, disertai dengan suara
genta, keluarlah Sang Naga Basukih menyambut saya, ” Apakah itu susu ?. Saya
kemudian menjawab, “ ya inilah susu lembu”, setelah susu itu diminum, kemudian
Sang Naga menggoyangkan badannya, banyak mas berjatuhan dari badannya, lalu ia
berkata kepada saya, sangat rahasia. Oleh karena demikian percakapan ayah dan
ibunya, diintai oleh Sang Manik Angkeran dari balik pintu, sangatlah jelas
didengarkannya. Hentikan sejenak.
Lama kemudian setelah Sang Manik
Angkeran kalah berjudi, hatinya menjadi bingung, tidak mempunyai uang, kemudian
mencari susu lembu, ia berhasil mencari susu lembu, di tempatkannya pada sebuah
tabung bamboo, dicurilah genta milik ayahnya, selanjutnya ia pergi berkelana,
perjalannya mengikuti sepanjang jalan, tidak diceritakan dalam perjalanan,
sampailah ia di Besakih, bertanya-tanya dimana tempat gua itu, ada seorang
pengembala memberitahukan, “ke timur dari sini”, selanjutnya akan dijumpailah
gua itu, Sang Manik Angkeran memaling-malingkan muka serta berpikir-pikir dalam
hatinya. Segera Sang Manik Angkeran membunyikan genta itu, lalu segeralah
keluar Sang Naga Basukih dari mulut gua itu, membuat Sang Manik Angkeran
menjadi takut, seperti yang termuat dalam cerita, sangat takut hati Sang Manik
Angkeran, lalu Sang Naga Basukih menyapa, “ kamu dari mana dating kemari”. Dari
dulu tidak ada seorang yang berani kemari. Segera Sang Manik Angkeran
menyembah. Ya saya putra Sang Mpu Bekung dari Janggala. Sang Naga Basukih
berkata, Saya berpesan supaya tidak disebarkan, mengapa begini jadinya. Apa
pekerjaanmu? Sang Manik Angkeran berkata. Ya hamba mempersembahkan susu lembu
kehadapan Sang Naga. Sang Naga Basukih berkata. Ya saya senang kamu dating.
Permohonan Sang Manik Angkeran, maksud saya datang untuk meminta bekal
kehadapan Sang Naga. Setelah susu lembu itu dipersembahkan, sudah selesai
diminum, saat itu lalu Sang Naga menggerakkan badannya, lalu banyak mas
berjatuhan ke tanah dari badannya, sambil berkata, ya ambilah bekal itu.
Sungguh senang hati Sang Manik Angkeran, mengambil ma situ, selanjutnya
disimpan dibungkus oleh Sang Manik Angkeran. Akan tetapi hatinya tidak ingin
pulang, karena masih ingin di sana, saat itu pulanglah Sang Naga Basukih,
melesat ke depan mulut gua, akan tetapi Sang Manik Angkeran melihat pada ekor
Sang Naga, tertarik akan permata intan yang berada pada ekor Naga Basukih itu,
lalu dibaslah pundak tempat intan itu. Sang Naga Basukih sangat marah kepada
Sang Manik Angkeran, selanjutnya berkata, Ai brahmana loba kamu, selanjutnya
bayangan Sang Manik Angkeran dipatuk oleh Sang Naga Basukih, sehingga Sang
Manik Angkeran hancur menjadi abu.
Sekarang diceritakan di Janggala
Langu, setelah hancurnya Sang Manik Angkeran, Sang Mpu berkata kepada istrinya,
ibu dari Manik Angkeran, oleh karena anaknya hancur menjadi abu, dibakar oleh
Sang Naga Basukih. Diiringi dengan tangis ibunya, air matanya mengalir bagaikan
intan dan mirah, seperti mas yang dilihat oleg Sang Mpu air mata istrinya,
hatinya menjadi risau, lalu berkata, hidup-hidup, anak saya. Segera pergi ke
Bali Besakih, mengikuti perjalanan anaknya, bekelana perjalan beliau Sang Mpu,
didak diceritakan dalam perjalanan.
Setelah
tiba di Besakih dihadapan gua, tidak ada dijumpai apa-apa, perjalanan beliau
dilanjutkan ke selatan, sampailah di hutan Cemara, lalu dijumpai sebentuk intan
ujung dari ekor sang Naga Basukih, berserakan di tanah, sungguh anak saya
menjadi abu, kelihatan genta dan keris. Ketika demikian, segera Sang Mpu
mengambil semuanya itu, lalu Sang Mpu kembali menuju tempat Sang Naga Basukih,
beserta genta. Sehingga keluarlah sang Naga Basukih, muka beliau pucat oleh
karena marahnya, serta bersuara keras kehadapan Sang Mpu. Sang Mpu baru dating
? Jawab Sang Mpu, Ya saya baru datang. Anak Sang mpu baru di sini, jawab sang
sang Naga Basukih. Anak Sang Mpu baru di sini mempersembahkan susu lembu, serta
mohon bekal kepada saya. Saya memang memmberi mas. Lama anak Sang Mpu tidak
pulang, ketika saya masuk, ekor saya melesat di depan mulut gua, kemudian
ditebas oleh anak Sang Mpu, didahului oleh mantra utama Sang mpu, sama-sama tak
dapat dirasakan, hanya Sang Mpu yang dapat mengembalikan menempatkan intan itu
kembali seperti semula. Oleh karena tidak pada tempatnya intan itu ditempatkan
pada ekor, semestinya ditempatkan di ujung mahkota, itulah sebabnya Sang Mpu
dikuasakan untuk memperbaiki mahkota Naga Basukih itu. Sekarang Sang Naga
Basukih menyatukan pikiran “garudheya”
selanjutnya abu Sang Manik Angkeran diperciki tirta sanjiwani “tasmat” hiduplah kembali Sang Manik
Angkeran. Kembali hidup Sang Manik Angkeran seperti sandikala. Saat itu Mpu
Siddhimantra berkata kepada anaknya Sang Manik Angkeran, Kamu di sini ayah
persembahkan kehadapan Sang Naga Basukih, agar kamu menjalankan tugas sebagai
tukang sapu di kahyangan Basukih, sampai kemidian.
Setelah Sang Manik Angkeran
diserahkan, oleh ayahnya, maka sendirian ia di Bali. Selanjutnya Sang Mpu pergi
meninggalkan Sang Naga Basukih. Setelah putranya dipersembahkan, selanjutnya
Sang Mpu memberitahukan Sang Naga Basukih, Gunung Rupek itu akan dihancurkan,
diputuskan, supaya anak saya tidak dapat berjalan legi ke Jawa Janggala.
Setelah permisi sekaligus Sang Mpu kehadapan Sang Naga Basukih, jalannya
perlahan-lahan melewati Gunung Munduk Biyu, sampailah perjalanannya di pinggir
Gunung Indrakila. Setelah Sang Rsi sampai di Gunung Munduk Rupek, di sana Sang
Rsi beryoga, memusnahkan pelataran itu, segera Sang Mpu menggores pelataran itu
dengan tongkat beliau, hancurlah gunung Rupek itu, selanjutnya menjadi lautan
sempit (segara rupek), sekarang putuslah Pulau Bali dengan Pulau Jawa, di
pisahkan oleh selat Bali (Segara Rupek), tidak dapat dilewati lagi ke Jawa.
Sang Manik Angkeran menetap di Bali Basukih. Tidak diceritakan perjalanan Mpu
siddhimantra.
Sekarang diceritakan Sang Manik
Angkeran, tinggal di Besakih, melaksanankan kegiatan menyapu membersihkan
halaman, beliau merasa agak bosan melaksanakan kegiatan sebagai tukang sapu.
Beliau membuat tetamanan di Toya Mas, pekerjaannya setiap hari hanya menyapu.
Inginlah beliau mandi di Toya Esah. Dalam perjalanan beliau berhenti di
pondoknya Dukuh Blatung yang sangat sakti itu. Ki Dukuh Blatung mohon maaf
karena beliau tidak mempunyai tempat saat ada orang datang ke pondoknya. Ki
Dukuh menancapkan “kiskis” (sebuah alat untuk menyiangi padi berupa pisau
bertangkai panjang), selanjutnya dududk di atas kiskis tersebut. Ketika turun
dari kiskis tersebut beliau
menginjakkan
kakinyadi atas daun kladi, ketika Sang Manik Angkeran datang, dijumpai oleh Ki
Dukuh, segera Ki Dukuh menancapkan kiskis, akan naik di atas kiskis tersebut,
akan tetapi beliau tidak berhasil. Lagi kembali mau menginjakkan kakinya di
atas daun kladi, juga tidak berhasil. Beliau baru merasakan dalam hati, serta
berkata, “ya Tuan dari mana?.”
Saya tidak mengenal tuan. Sang Manik
Angkeran menjawab, saya putranya Mpu Bekung dari jawa Jenggala. Ki Dukuh
menjadi bingung, oleh karena Mpu Bekung mempunyai anak putra. Segera Sang Manik
Angkeran menjawab perlahan-lahan. Oh begitu. Saya ini putra Mpu Siddhimantra,
akan tetapi saya berada di sini menjadi “juru sapuh” di kahyangan basukih. Saya
mau bertanya kepada paman Dukuh, hutan ini akan paman pakai apa. Ki Dukuh
menjawab, ya hutan ini akan saya jadikan perkebunan. Sang Manik Angkeran
kembali berkata, itu akan dijadikan perkebunan, namun sampah-sampahnya itu akan
paman bagaimanakan ? Ki Dukuh kembali menjawab, ya sampah ini akan saya bakar.
Sang Manik Angkeran kembali bertanya, apa yang akan paman pakai membakarnya. Ki
Dukuh lalu menjawab, apakah tidak api yang dipakai membakar ? Sang Manik
Angkeran menjawab, jika demikian Paman betul-betul belum mengetahiu tentang
filsafat perihalnya “Tri Gni” yang
keluar dari badan. Jika saya, saya kencingi saja rabasan ini rampung terbakar.
Setelah Sang Manik Angkeran demikian, Ki Dukuh terdiam, segera berkata, jika
benar terbakar oleh Tuan dengan mengencingi rabasan ini semuanya, ada rakyat
saya di Tegenan, serta di Batusesa. Serta ada lagi di Pempatan serta di
Besakih, serta seluruh keluarga saya, itu semuanya akan menghamba kepada Tuan.
Kembali sang Manik Angkeran berkata. Nah jika semuanya senang dan suka pada
saya, akan saya buktikan.
Sang Manik Angkeran lalu
membersihkan diri di Toya Esah, haripun berganti, beliau datang sehari sebelum
bulan purnama, keesokan harinya semua pengikut, sanak keluarga serta cucu Ki
Dukuh datang serta bercakap-cakap, Ki Dukuh minta jalan terbaik dan mengumumkan
kepada pengikutnya dan sanak keluarganya, jika memang benar seperti kata Sang
Manik Angkeran, ya semuanya dijadikan abdi menghamba kepada Sang Manik
Angkeran.
Selanjutnya Ki Dukuh membersihkan
diri, berganti pakaian serba putih, menunggu sebentar, sang Manik Angkeran lalu
pergi ke ujung rabasan itu, di lereng Gunung Besakih, segera beliau kencing di
sana menghadap selatan, keluarlah air kencing beliau, kelihatan bersinar api
menyala-nyala, api lalu menjalar, rabasan itu hangus semuanya, asap mengepul
tak henti-hentinya api berkobar-kobar, Ki Dukuh Blatung segera menceburkan diri
ke dalam api, beliau moksah mengikuti
asap. Tidak diceritakan Ki Dukuh moksah.
Sekarang diceritakan pengikut Ki
Dukuh, serta sanak keluarganya, semua cinta kasih dn hormat kepada Sang Manik
Angkeran. Ada seorang cucu Ki Dukuh, seorang wanita rupanya sangat cantik, itu
akhirnya dicintai oleh Manik Angkeran. Jro Istri Dukuh Blatung namanya, semua
harta istrinya dipersembahkan kepada Sang Manik Angkeran. Sekarang beliau sudah
bersuami istri dengan cucunya Ki Dukuh. Demikian kisahkah.
Beliau
akhirnya berputra seorang laki-laki bernama Sang Bang Banyakwide. Selanjutnya
Sang Manik Angkeran mengambil istri dari Kendran (surga), berputra seorang
laki-laki bernama Ida Tulus Dewa. Selanjutnya yang ibunya dari Pasek Wayabya,
berputra satu bernama Ida Bang Kajakauh. Sedangkan Ni pasek Wayabya diberi
julukan (pungkusan) Jro Murdhani, oleh karena berasal dari Pasek Kaja. Semuanya
itu adalah putra Sang Manik Angkeran.
Diceritakan Sang Manik Angkeran
beliau pergi kea lam baka, dan kedua istrinya mengikutinya. Akhirnya ke tiga
istrinya dijumpainya, oleh karena kesempurnaan batin beliau (siddhi ajñana),
lalu dilepaslah Sang Hyang Atma dari
tubuhnya, kembalilah semua istrinya kea lam baka.
Sekarang diceritakan ketiga
putranya, menimbulkan belas kasihan karena usianya sangat muda, ditinggal oleh
ayah dan ibunya, beliau nangis siang dan malam oleh karena tidak tersedian
makanan. Lama kelamaan ketiganya sudah besar, baru meningkat dewasa, saat itu
mereka bertiga mengadakan musyawarah, kata beliau Sang Bang Banyakwide. Om Oh,
adikku berdua, oleh karena di sini kita sangat sengsara, keinginan saya
sekarang supaya segera kamu pulang ke Janggala Langu, mencari tempat tinggal
kakek kita yang bernama Sang Mpu Siddhimantra. Itulah keinginan (Banyakwide).
Keduanya lalu menjawab. Apa pula yang dibicarakan lagi, oleh karena sudah
sengsara, dan sekarang lagi mendapat kesulitan, jika sudah menjadi orang yang
jahat, ingkar kepada yang memberikan tempat, betul-betul menyebabkan leluhur
menderita sengsara, karena di sini saya merasa senang, biarlah di sini pula
hidup saya berakhir demikian kata kedua adiknya, kembali Sang Bang Banyakwide
berkata. Om adikku tercinta keduanya, jika demikian katamu berdua, sekarang
kamu berdua tinggallah di sini, kakak akan pulang ke Janggala Langu, mencari
hingga bertemu dengan kakek, oleh karena sangat jauh tempatnya. Mulai dari
sekarang kakak berjanji kepada adikku berdua, jika kakak sudah menjumpainya di
sana atau berhasil perjalanan kakak, semoga adik berdua di sini memperoleh
kebahagiaan. Demikian perjanjiannya bertiga. Akhirnya kedua adiknya menyetujui
perjanjian itu, kedua adiknya akhirnya
tinggal di rumah (Bali), Sang Bang Banyakwide akhirnya pergi ke
Janggala. Tidak diceritakan kedua orang itu.
Diceritakan Sang Banyakwide, tidak
diceritakan dalam perjalanan, segera beliau tiba di daerah Airlangga, beliau
berhenti rumah beliau Mpu Sedah. Setelah demikian, diceritakan beliau Mpu
Sedah, saat beliau keluar, lalu dijumpai oleh beliau seorang tamu, yang rupanya
sangat tampan, tertarik hati sang pendeta lalu beliau berkata. Duh anak dan
tampan dari mana, lagi-lagi sendirian. Saya senang melihat wajahmu, dan siapa
namamu, Ceritakan juga asal-usulmupasti saya mengenalnya. Sanmg Bang Banyakwide
menjawab dengan sangat hormat. Ya saya pendeta, saya adalah cucu dari Mpu
Siddhimantra, ayah saya bernama Sang Bang Manik Angkeran. Nama saya adalah
Banyakwide. Sekarang tujuan saya dating ke mari, bermaksud menemui kakek saya
di Janggala Langu, yang bernama Dang Hyang Siddhimantra. Demikian kata Sang
Banyakwide.
Mendengar hal demikian hati Mpu Sedah sangat kasihan,
selanjutnya berkata. Oh Oh Anakku engkau, jika demikian tujitanmu, beliau
kakekmu adalah keluargaku juga. Sekarang jika boleh saya minta, sekarang jangan
kamu datang ke Janggala Langu. Supaya kamu senang, di sini engkau diem
menggantikan kakek oleh karena kakek sendirian dan sudah tua, dan kamu sebagai
pewarisku kemudian, oleh karena kakek tidak mempunyai keturunan, satupun tidak
ada putra yang tinggal. Dahulu ada anakku seorang bernama Bang Gwi, sudah
dibunuh oleh sang raja, karena dosanya kepada raja. Sekarang kamu menguasalcan
seluruh kekayaanku, oleh karena demikian kata Mpu Sedah, dan ada pesanku
kepadamu lagi, oleh karena engkau Budha, kakekmu di sini adalah Siwa,
demikianlah anakku hentikan berpuasakan Budha, perbuatan Siwa yang kamu pegang
teguh. Demikian kata Sang Mpu Sedah. Sang Banyakwide menjawab, Saya menjunjung
tinggi akan melaksanakan segala seruan sang resi.
Setelah
mereka selesai bercakap-cakap, di sanalah Sang
Banyakwide dijadikan anak angkat, selanjutnya Sang Banyakwide sangat
disayang oleh Mpu Sedah, lama kelamaan Sang Banyakwide sudah dewasa,
sedang-sedang perjakanya, lalu mereka bertandang berkunjung, sangat tertarik
hingga menginap di rumah putrinya Ki
Arya Buleteng.
Diceritakan
beliau Arya Buleteng, berputra satu orang putri bernama Ni Gusti Ayu Pinatih. Sangatlah cantiknya, bagaikan Dewi
Ratite, dan bagaikan mas yang baru disepuh laiknya. Beliau Arya Buleteng adalah
pejabat negara Airlangga, sangat kaya dan bijaksana serta banyak rakyat dan
harta bendanya, disenangi
oleh para menteri semuanya. Setelah demikian, lama kelamaan Sang Banyakwide
berkunjung ke rumahnya beliau Arya Buleteng, akhirnya Ni Gusti Ayu Pinatih dipersunting oleh Banyakwide, selanjutnya
mereka dijadikan istri, kemudian beliau Arya Buleteng mengumumkan
seluas-luasnya, bahwa anaknya diambil oleh Sang Banyakwide, Arya Buleteng
akhirnya mempermaklumkan kepada Mpu Sedah, oleh karena Gusti Ayu Pinatih adalah
satu-satunya anak beliau. Mpu Sedah maksudnya melarang mengambil itu, oleh
karena anaknya sama-sama seorang diri. Adapun keinginan Mpu Sedah supaya
anaknya dipisah dengan putri itu. Segera dijawab oleh Banyakwide, seraya
menyembah saya sang resi, saya tidak dapat dipisahkan. "Bagaimanapun
marahnya Mpu Sedate serta marahnya ayah Gusti Ayu Pinatih. Dengan rasa siap
sang putri mengikuti. Demikian kata keduanya, kemudian hati Mpu Sedah menjadi
bingung dan terdiam, tak terkatakan hati beliau Dang Hyang Mpu Sedah.
Oleh karena demikian, di sans beliau
Arya Buleteng segera menerangkan maksudnya, Om Sang Resi, jika demikian anak
Sang Resi, Sang Banyakwide, keinginan maksud saya, jika anak Sang Resi mau
mengikuti menjadi anggota keluarga kami (madeg Santana) sampai kemudian hari,
anak Sang Resi akan saya perbolehkan mengambil anak saya, demikian seruan
beliau Arya Buleteng.
Belum selesai pembicaraan Arya Buleteng
segera dijawab oleh Sang Banylkwide, Oh, ampun bapak Arya Buleteng, serta Sang
Resi. Jika demikian permintaan bapak mertua, saya mengikuti kehendak bapak
mertua, dengan senang hati saya menjadi anak menantu, demikian kata Sang Bang
Banyakwide. Sang Resi Mpu Sedah semakin perihatin melihat kehidupan Sang Bang
Banyakwide dikemudian hari. Mungkin nantinya akan menemukan bahaya, selanjutnya
Mpu Sedah berkata, ditujukan kepada anaknya, Ah kamu Sang Banyakwide, oleh
karena sekarang kamu berkenan menjadi keluarga Ki Arya Buleteng, sekarang
dengarlah kasih sayang kakek kepadamu.
Kata. Mpu Sedah, Om Sang Bang, mungkin ini takdir
Tuhan, Kakek memberikan anugerah ucapan berkhasiat padamu, agar kamu masih
disebut sebagai keturunan brahmana, sekarang kamu menjadi Arya Pinatih,
ini ada pemberian
Kakek kepadamu sebilah keris bernama Ki Brahmana, serta seperangkat
perlengkapan memuja (siwapakaramn), pustaka
weda. Itulah kamu junjung, sebagai pusaka leluhur, sebagai jati diri kamu
adalah Arya Pinatih, yang berasal dari
keturunan brahmana dahulu. Serta
ada petuah-petuahku kehadapanmu, jika yang membawa ini nantinya ada yang
pintar, boleh ia dijadikan pendeta, serta menyucikan diri beserta keluarganya,
sampai pads ajalnya nanti, jika yang meninggal disucikan menjadi pendeta: jika
ia melaksanakan upacara kematian, boleh memakai upakara seperti apa yang
dipakai oleh seorang brahmana sulinggih, boleh memakai padmasana, busana serba
putih, serta upakaranya seperti seorang brahmana juga, juga sesuai dengan
upakara seorang pendeta. Selesai
Selanjutnya jika mereka
yang belum menjadi pendeta (hulaka) meninggal dunia, perlu dipertimbangkan,
jika ia memimpin daerah serta mempunyai banyak rakyat, boleh memakai bade tingkat 9. Memakai tempat
pembakaran mayat berupa seekor lembu, beserta sesuai dengan upakara seorang
kesatria, kecuali nagabanda, diperbolehkan memakainya, jika ia seorang yang
tidak sulinggih dan bukan pejabat, jika ia melaksanakan upacara kematian,
diperbolehkan memakai badebertingkat 7, upakaranya sama. Demildanlah tata cara
keturunan Arya Pinatih. Selesai.
Adapun larangan-larangan (cuntaka) Arya Pinatih, agar ia
ingat akan perihalnya dahulu, jika meninggal dunia sebelum tali pusar putus,
mengambil cuntaka selama 7 hari jika yang meninggal dunia tali pusarnya sudah
putus, cuntakanya selama 11 hari, tetapi belum tanggal giginya.
Selanjutnya
jika ia meninggal dunia sudah dewasa, remaja, atau sudah tua, cuntakanya 42
hari. Janganlah lupa akan nasihatku.
Selanjutnya
ada lagi nasihatku jikalau kemudian kamu berkeluarga, apabila ada orang luar
daerah datang, hendak ikut menjunjung pusaka ki Brahmuna beserta perangkat Siwopakarana dan mengaku Arya Pinatih, sungguhpun ia orang hina,
orang biasa ataupun orang yang utama, jangan engkau tergesa-gesa, perhatikanlah
dahulu, jika ia tidak man menyatakan sumpah pada leluhur, ia itu bukan
keluarga. Jika ia mau menyatakan sumpah pada leluhur, sungguhpun ia orang hina
dan bodoh, ia memang benar adalah keluarga, patut ia semua ikut menjunjung Ki
Brahmana (batara kawitan). Walaupun
tempatnya jauh patut ia diikutkan. Selanjutnya seluruh keluarga Arya Bang
Pinatih tidak diperbolehkan minum sumpah dewagama
sesama keluarga satu rumpun. Jika ia melanggar nasihatku ini, satu
mendapat bahaya semuanya akan bahaya, sampai kemudian hari, tidak dapat
disucikan kembali oleh Sang Dewa Raja Kawitannya walaupun oleh pendeta Siwa
maupun Budha apabila melanggar seperti nasihatku kepadamu, menjadi martabat
rendah hina dina, keturunan sengsara, hanya membuat neraka di dunia. Ong Ang Medha Long, Ang Ong Mepatang, Ang
Ung Kang ti suddha Ong Nrang Ong.
Sama-sama
dari brahmana, sating memberi dan menerima, kelahiran sama, demikian pahalanya,
janganlah tidak teliti memperhatikan, tekunlah kamu menjaga pusaka semua
berpegang teguh pada nasihatku kepadamu. Selesai.
Kembali diceritakan Ida Sang Banyakwide, beliau direstui
beristrikan Ni Gusti Ayu Pinatih. Segera beliau diantar oleh mertuanya,
menempati rumahnya Ki Arya Buleteng. Setelah beliau ada di sana dibuktikan oleh
mertuanya, kelihatan kesungguhan beliau Sang Bang Banyakwide dijadikan keluarga
untuk melanjutkan keturunan, serta melaksanakan upacara pernikahan, seluruh para
mentri diundang, serta seluruh pemuka masyarakat, dan selanjutnya memohon
Pendeta Siwa untuk memuja. Segala kebesaran beliau terlihat ketika beliau
dinikahkan, tidak dibicarakan segala perlengkapan upacara tersebut. Setelah
selesai, Sang Banyakwide menetap tinggal di sana. Tidak diceritakan lagi.
Kembali diceritakan beliau Sang Bang Banyakwide Setelah
lama beliau bersuami istri dengan Ni Gusti Ayu Pinatih, akhirnya Ni Gusti Ayu
Pinatih mengandung, selanj utnya lahirlah seorang anak laki-laki diberi nama
Ida Bang Bagus Pinatih.
Setelah Ida Bagus Bang Pinatih dewasa, beliau mengambil
istri juga dari keturunan Arya Buleteng, selanjutnya beliau berputra laki-laki,
diberi nama Ida Bagus Pinatih. Kemudian
beliau Sang Bang Banyakwide sudah berusia senja, ada pemberian beliau kepada
anaknya berserta cucu beliau yang bernama Ida bagus Pinatih. Mulai saat ini berhenti bergelar Ida Bagus. Agar supaya
kamu bergelar Arya Bang Pinatih sampai kemudian hari. Demikian perkataan
Sang Sang Banyakwide, menasihati anak cucu beliau. Setelah demikian anak cucu
beliau menerima segala nasihat ayahnya. Selanjutnya menjadi Arya Wang Bang Pinatih. Sudah
diumumkan di seluruh daerah. Tidak diceritakan.
Kembali
diceritakan beliau Arya Bang Pinatih, Baling mengambil wanita untuk istri antara
keluarga Arya Bang Pinatih dengan keluarga Arya Buleteng, selanjutnya beliau
Arya Bang Pinatih berputra laki-laki dari keturunan Arya Buleteng yang bernama
Ni Gusti Ayu Pinatih, bernama Arya-Bang Pinatih Kejot.
Adapun
beliau Arya Bang Pinatih Kejot mengambil istri (permaisuri) bernama Ni Gusti
Ayu Ratni, beliau mempunyai seorang anak laki bernama Arya Bang Pinatih Resi.
Ada pula istri dari orang kebanyakan berputra seorang laki-laki bernama Sirarya
Bang Bhija, mereka bersaudara lain ibu dengan Sirarya Bang Pinatih Resi. Hentikan ceritanya sejenak.
Kembali diceritakan. Sekarang diceritakan Ki Arya Wang
Bang Resi, beserta adiknya Ki Arya Wang Bang Bhija di daerah Kretalangu Badung,
beliau mengikuti Dalem Ketut Kresna Kepakisan, dari Jawa ke Bali, diiringi oleh
beberapa arya, pertama-tama tidak ada lain ialah Patih Gajahmada. Beliau Dalem
membangun kerajaan di Desa Gelgel.
Kini diceritakan Arya Wang Bang Resi bersama adiknya Wang
Bang Bhija, ketika dalam kekuasaan beliau berdua di Kretalangu, daerah sangat
tentram, semua beliau sayangi. Sekarang diceritakan beliau Arya Bang Bhija, ada
putra beliau empat orang laki-laki, yang tertua bernama I Gusti Putu Pahang,
kedua I Gusti Gede Tamuku, ketiga I Gusti Nyoman Jempahi, yang terkhir I Gusti
Ketut Blongkoran. Semuanya itu adalah pura beliau Arya Bhija. Hentikan
penuturannya sejenak.
Sekarang diceritakan Ida Bang Sidhemen, beliau mempunyai
seorang putri, bernama Ida Ayu Punyawati, sangat cantik, bagaikan dewi ratih
menjelma, pars raja dan mentri banyak yang melamar beliau, akan tetapi semuanya
ditolak. Selanjutnya kecantikan Ida Ayu Punyawati terkenal dan diketahui semua
orang. Beliau Arya Wang Bang Resi dari Kretalangu Badung mengetahui hal itu,
akhirnya melamar gadis itu, lalu beliau mengutus. Adapun yang diutusnya tidak
ada lain adalah anak beliau yang bernama I Gusti Putu Pahang, I Gusti Gede
Tamuku dan yang terakhir I Gusti Nyoman Jempabi, ketiga anaknya itu sangat
diandalkan oleh ayahnya, serta diiringi oleh banyak rakyatnya, tidak
dibicarakan dalam perjalanannya, segera sampai di rumahnya Ki Bang Sidhemen.
Segera beliau bertiga masuk ke rumahnya Ki Bang Sidhemen, lalu bercakap-cakap
tentang pelamarannya. Beliau Bang Sidhemen berkata, keinginan Ki Bang Pinatih
tidak disetujui, sebab tidak patut seorang brahmana dilamar oleh seorang Arya
(Arya Pinatih Resi), demikian kata Ki Bang Sidhemen.
Sekarang sang utusan kembali berkata yang bernama I Gusti
Putu Pahang, disertai oleh Gusti Gede Tamuku. Ali ternyata tidak faham Ki Bang
Sidhemen, sebabnya saya berani melamar anak Ki Bang Sidhemen ke sini, oleh
karena leluhur saya lulu, sesungguhnya saya seorang brahmana, itu dengarkan
dahulu, ada nasihat beliau dulu Sang Bang Banyakwide, dengan Sang Bang Tulus
Dewa serta Sang Bang Kajakawuh, yaitulah memberikan pesanpesan atau nasihat
ketika beliau Sang Bang Banyakwide kembali ke Jawa Jenggala, mencari
asal-usulnya Sang Banyakwide, di saat itulah ketiganya mengadakan perjanjian
baik maupun buruk bersama-sama. Sang Bang Sidhemen ingat, yaitulah Sang Bang
Banyakwide, tidak sampai ke Janggala, beliau barn sampai di Arilangga, dicegat
oleh Mpu Sedah, setelah dewasa beliau Sang Banyakwide, selanjutnya dapat
mengambil anaknya I Gusti Agung Buleteng. Rencananya dipisahkan oleh sang resi,
Sang Bang Wide tidak bersedia dan senang beliau tinggal di sana. Klen
kebrahmanaannya ditinggalkan selanjutnya menjadi Arya Bang Pinatih, sampai
sekarang. Kalau Sang Bang Sidhemen bagaimana?, Apakah tidak diberitahu, tentang
kejadian dulu itu? Demikian kata mereka yang diutus, seperti I Gusti Putu
Pahang disertai oleh I Gusti Gede Temuku.
Dalam situasi demikian ingatlah Sang Bang Sidhemen, akan
nasihat leluhurnya dulu, saat itu anaknya diberikan, beliaupun mengikuti
menjadi Arya, demikian ceritanya. dulu Ki Arya Sidhemen. Oleh karena sudah
demikian, selanjutnya Arya Sidhemen berkompromi bersama Sang Bang Kaja Kawuh,
saat beliau melamar anak Sang Bang Sidhemen, beliau. tidak diterima, hati
beliau menjadi panas, oleh karena ingat akan janji leluhurnya dahulu maka bersama-sama
menjadi arya, oleh karena marahnya, lalu beliau Arya Kaja Kawuh pergi tanpa
permisi, perjalan beliau tidak menentu. Hentikan cerita Ki Bang Kaja Kawuh.
Kembali diceritakan Arya Sidhemen, menyelesaikan
pembicaraannya bersama Arya Bang Pinatih Resi, oleh karena memang beliau satu
keturunan, sesuai dengan nasihat leluhurnya, anak beliau diberikan.
Pembicaraannyapun sudah selesai, lalu Arya Bang Pinatih pulang ke Kretalangu
Badung, selanjutnya dilaksanakan upacara pernikahan dengan mengundang para raja
serta pemuka masyarakat, setelah lama beliau bersuami istri dengan Ida Ayu
Punyawati, beliau mempunyai tiga orang putra, yang tertua bernama Kyayi Nglurah
Agung Mantra, adiknya Kyayi Nglurah Made Sakti, dan ada ibunya yang berasal
dari orang kebanyakan, banyak anak beliau laki dan perempuan. Lagi pula anak
dari Ni Punyawati yang wanita bernama Ni Gusti Ayu Nilawati, beliau yang
diingini oleh I Gusti Jambe Lanang Pamecutan.
Sekarang diceritakan beliau Nglurah Agung Mantra,
berserta adiknya Anglurah Made Sakti di daerah Kretalangu, daerah sangat
tentram, disertai oleh semua sanak keluarga, serta rakyatnya semua. Hentikan
sejenak.
Kini diceritakan Ki Dukuh Sakti Pahang, Suladri. Beliau
Dukuh Sakti Pahang, beliau adalah anak beliau Dukuh Suladri, yang menjadi pendeta
pura (pemangku) di daerah Bale Dukuh Sakti Pahang, haniitmaja nira tigang diri,
lakibi, lanang roro, stri sawiji, kang lanang kesah gin6nanh ring Titigantung,
asiki, kesah ka Manguwi asiki. Kang istri kaambil antuk Kyayi Nglurah Agung
Mantra, han5tmaja nira tigang siki lakibi, pingajeng Gusti Ngurah Tembawu,
pamadhe Gusti Ngurah Kapandeyan, pinih alit Ni Gusti Ayu Tembawu. Malik ibu
sakeng Aryya Patandakan, akweh ngwentenan putra, I Gusti Ngurah Gedhe, I Gusti
Bedulu, I Gusti Ngenjung, I Gusti Batan, I Gusti Abyanangka, Gusti Mranggi, I
Gusti Uluk, I Gusti Arakapi.
Agung,
Bangli. Beliau Ki Dukuh Sakti Pahang, berputra tiga orang laki perempuan, dua
orang laki dan seorang wanita, yang laki pindah ke daerah Titigantung, satu
lagi pindah ke Mengwi, dan yang wanita diambil oleh Kyayi Nglurah Agung Mantra,
dari perkawinananya beliau berputra tiga orang, yang tertua bernama Gusti
Ngurah Tembau, kedua Gusti Ngurah Kepandeyan, yang paling kecil Ni Gusti Ayu
Tembau. Ada lagi ibunya dari Arya Patandakan, beliau banyak mempunyai putra : I
Gusti Ngurah Gede, I Gusti Bedulu, I Gusti Ngenung, I Gusti Batan, I Gusti
Abyan Nangka, I Gusti Mranggi, I Gusti Celuk, I Gusti Arakapi.
Sekarang
diceritakan Kyayi Nglurah Made Sakti, saling mengambil wanita sebagai istri
antara keturunan beliau Arya Kenceng. Sekarang diceritakan Kyayi Nglurah Made
Sakti, juga banyak putra beliau. Ada yang ibunya berasal dari Pamecutan
keturunan beliau Arya Kenceng. ada juga yang ibunya dari Arya Patandakan. Ada
yang ibunya dari Ni Brit, ada yang ibunya dari Ni Jro Meliling, serta ibunya
yang lain lagi. Hentikan penuturannya sejenak.
Kembali
diceritakan I Gusti Putu Pahang, bertempat tinggal di Desa Pahang, juga
sama-sama mempunyai tiga orang putra, pertama bernama I Gusti Putu Pahang,
serta Ni Gusti Ayu Pahang dan I Gusti Nyoman Pahang. Hentikan sejenak.
Sekarang
diceritakan beliau Arya Kenceng, di daerah Badung, segera memohon putra
kehadapan Dalem Anom Sagening, yang satu selanjutnya dipakai raja di daerah
Badung, segera beliau berjalandi saat malam hari, ketika beliau tiba di
plataran tengah bangunan "semanggen" di Gelgel, dilihat oleh beliau
Arya Kenceng bagaikan pelita, bagaikan api memancarkan cahaya, jelaslah beliau
Arya Damar Kenceng, putra beliau Dalem Sagening, yang tidur di balai-balai itu,
lalu beliau Arya Kenceng membei tanda dengan kapur sirih, besoknya pagi-pagi
diingat, beliau putra Dalem Sagening, bernama I Dewa Manggis Kuning, ditandai
oleh kapur sirih, di sana beliau lalu menyampaikan kehadapan Dalem. Jadi mohon
putra beliau seorang tanpa cacat ditempatkan di daerah Badung. Dalem memberikan
memilih putranya, lalu Dewa Manggis Kuning yang dipinang beliau Arya Kenceng.
Senang Dewa Manggis Kuning dipinang. Benar-benar diberikan oleh Dalem Sagening,
selanjutnya dijunjung I Dewa Manggis Kuning, dibawa ke daerah Badung. Hentikan
sejenak.
Selanjutnya
diceritakan I Dewa Manggis Kuning, beliau disayangi di Badung, bagaikan
menjunjung dewa dari kahyangan, wajah beliau tampan bagaikan Hyang Smara
setelah itu. Sekarang ada putra Arya Kenceng seoarng laki-laki, bernama I Gusti
Ngurah Pamecutan, segera meminta kekasih putrinya Kyayi Nglurah Agung Resi yang
berkedudukan di krajaan Kretalangu. Adapun nama yang akan dipinangnya tidak
lain Ni Gusti Ayu Nilawati, wajahnya cantik tak terbandingkan, bagaikan Sang
Hyang Candra. Selanjutnya, sudah masuk ke wilayah Pamecutan, akan tetapi belum
melakukan hubungaii badan dengan I Gusti Ngurah Pamecutan. Akhirnya dilihat
oleh I Dewa Manggis Kuning, sehingga Ni Gusti Ayu Nilawati jatuh cinta pada I
Dewa Manggis Kuning, dan sudah dapat melakukan hubungan badan. Dengan demikian
I Dewa Manggis Kuning diketahui perbuatannya, menyebabkan is pergi dengan Ni
Gusti Ayu Nilawati, menyebabkan Ki Arya Kenceng menjadi marah, selanjutnya
menyerang I Dewa Manggis Kuning. Segera I Dewa Manggis dikepung, apabila I Dewa Manggis meninggal, Ni
Gusti Ayu Nilawatipun juga akan membunuh diri. Oleh karena demikian keadaannya,
lalu diberitahukan ke krajaan Kretalangu, saat itu I Gusti Agung Resi lalu
berkemas dengan Hutu "kabregolan" nya, lalu berganti pakaiannya,
menyamar bagaikan seorang wanita, sebagai gundik, masuk ke istana I Dewa
Manggis mengelusup, serta I Dewa Manggis digulung dengan tilam, dibawa ke luar
istana, oleh yang berupa sebagai gundik, tidak ada hirau, lalu Ki Arya Bang
Resi, masuk ke rumah beliau. Di sana I Dewa Manggis disembunyikan. Baru semalam
lamanya beliau, kemudian diketahui oleh beliau Arya Kenceng, beliau Arya Bang
Resi dikatakan menyembunyikan putrinya bersama I Dewa Manggis Kuning, hendak
dicari ke sana. Beliau Arya Bang Resi mengetahui, selanjutnya I Dewa Manggis
Kuning dipindahkan berserta anaknya, disembunyikan di daerah Pahang, di
rumahnya I Gusti Putu Pahang dahulu, beliau memang adalah satu keturunan dengan
Arya Wang Bang Resi, sesudah beliau bersembunyi di sana, selanjutnya beliau
dapat diketahui oleh Arya Kenceng, segera dicari beserta bala tentaranya ke
sana. Saat itu hati Kyayi Nglurah Bang Resi menjadi bingung, beserta I Gusti
Putu Pahang, lalu beliau segera digulung dengan tilam, ditempatkan di serambi
rumah, diisi dengan kain yang terlepas, tiba-tiba bala tentara Pamecutan
datang, akan tetapi yang dicari tidak dijumpainya, hanya tilam tidak dapat
diperiksanya, bala tentara Pamecutan akhirnya pulang tidak membawa hasil. Malam
pun tiba, di sana Kyayi Agung Resi bersama I Gusti Putu Pahang bertukar pikiran
dengan I Dewa Manggis Kuning, katanya; " Oh anakku Dewa Manggis Kuning,
merasa sulit saya menyembunyikan anakku di sini. Sekarang sebaiknya pergi dari
sini, oleh karena saya sangat diintai oleh Arya Kenceng, tentang kasih sayang
saya kepada anakku, tak dapat dikatakan, sekarang pergilah anakku dari sini,
bukannya saya hanya sayang dalam bentuk perkataan saja, ini anak saya keduanya
yang bernama Ni Gusti Ayu Nilawati dan Ni Gusti Ayu Pahang kamu ambil, ajak
kemanapun pergi. Demikian kata Kyayi Agung Resi, lalu dijawab oleh I Dewa
Manggis Kuning, dengan hiba hati. Oh ayah Kyayi Agung Resi, sekarang sangat
disayang, oleh karena saya tak dapat membalas kasih sayang ayah kepada saya.
Kyayi Agung Resi kembali berkata, serta Kyayi Nglurah Sakti, serta I Gusti Putu
Pahang. Oh, Oh Anakku engkau, di manakah tempat tinggalmu nanti, Jika ada belas
kasihan dewata nanti, semoga kamu selamat, dan bahagia ,jika nanti ada
keturunan dari persembahan saya , semoga nanti mempunyai bala tentara yang
besar, supaya juga anakku ingat diselamatkan oleh saya, jika saya nanti sudah
tiada, demikian juga anakku sudah meninggal dunia, baik itu semua keturunan,
supaya ingat akan baktinya saya kepadamu ( I Dewa Manggis) sampai nanti, semuanya
supaya diberitahukan, sampai dengan anak cucu, sampai kepada buyut, agar samasama
sepakat mengadakan perjanjian. Beliau I Dewa Manggis Kuning menuruti perjanjian
itu, lalu diantar oleh keluarga Ki Aryya Bang Pinatih, segera beliau pergi,
ketika beliau berjalan malam hari, beliau membawa dua orang istri.
Lama-kelamaan
beliau Ni Gusti Ayu Pahang mempunyai putra. Yang mengiring I Dewa Manggis,
tiada lain ialah : I Gusti Putu Pahang, I Gusti Gede Temuku, I Gusti Nyoman
Jemaphi, I Gusti Ketut Blongkoran, I Gusti Nyoman Bona, Semuanya mengantar
Beliau I Dewa Manggis Kuning, jika ada orang yang mengikuti dalam perjalanan,
disuruh oleh ayahnya agar dibela dengan mempertahankan jiwa. Selanjutnya
diantar pada saat malam hari, perjalannya menuju timur taut, setelah perjalan
beliau jauh naik turun jurang, tidak diceritakan dalam perjalanan.
Akhirnya
tiba di hutan Bengkel, sekarang sudah jauh dari wilayah Badung, di sana beliau
tinggal, selanjutnya membangun kerajaan, sesudah beliau I Dewa Manggis menetap
di sana, pengikutnya segera pergi semuanya, demikian beliau I Dewa Manggis
Kuning.
Setelah
demikian keadaannya, datanglah saat-saat yang tidak menyenangkan, ada yang
dipakai sebagai mertuanya Kyayi Nglurah Pinatih, yang bernama Dukuh Pahang
Suladri, anaknya Ki Dukuh Suladri yang menjadi pendeta pura (pemangku) di Bale
Agung Bangli. Beliau Dukuh Pahang itu memang pintar, juga mengetahui ajaran
kemoksaan, serta tiga ajaran kematian. Suatu hari, beliau Dukuh datang ke
tempat menantunya Kyayi Nglurah Pinatih, memberitahukan beliau akan pulang ke
alam baka, tidak lain adalah moksah. Setelah mengutarakan mekasudnya demikian,
beliau Kyayi Nglurah Pinatih menjadi murka kepada Ki Dukuh, lalu berkata,
"Ah Ki Dukuh, seberapa benar jasa Ki Dukuh ? Mengatakan akan dapat malaksanakan
moksa. Saya yang menjadi raja di sini , yang memiliki banyak tentara, tidak
akan berhasil mencapai kesempurnaan (moksa). Jika memang benar seperti
perkataan Ki Dukuh, berhasil mencapai kesempurnaan (moksa), saya akan berhenti
menjadi raja di daerah Badung. Setelah demikian perkataan Kyayi Nglurah
Pinatih, tersinggung beliau Ki Dukuh, lalu segera berkata, " AUM Anakku,
Kyayi Nglurah Pinatih. Janganlah Anakku tidak percaya, akan perkataan saya,
benar-benar saya akan moksah, sekarang cincin saya ini ambil , supaya Kyayi
Nglurah jangan kena akibat dari saya, sampai dengan kutukan. Kembali dibalas
oleh Kyayi Nglurah Pinatih, Ah apakah saya kurang suatu apa ? Lalu pada apa Ki
Dukuh mencapai kesempurnaan (moksa)?, Jawab Ki Dukuh, apabila matahari sudah
tegak, demikian perkataan Ki Dukuh.
Di
sanalah lalu Kyayi Nglurah Pinatih memanggil seluruh rakyatnya, supaya mereka
datang ke rumah Ki Dukuh, supaya semua sama-sama membawa alat untuk memukul,
apabila Ki Dukuh berbohong mencapai kesempurnaan, supaya rakyatnya memukul Ki
Dukuh., supaya beliau Ki Dukuh meninggal dunia, demikian perintahnya Kyayi
Nglurah Pinatih. Setelah itu keesokan harinya, semua rakyat Kyayi Nglurah sudah
siap siaga mendekati rumah Ki Dukuh Pahang.
Sekarang
diceritakan Ki Dukuh sedang membersihkan diri dan berbusana serba puith, hari
perjanjiannya sudah tiba, mataharipun sudah tegak,beliau Ki Dukuh memusatkan
pikiran dengan mengucapkan mantaram "Aji Kamoksan" di depan api
pemujaan, serta dilengkapi dengan upakaranya, saat itu beliau Ki Dukuh Pahang
mengeluarkan kutukan. "Jah tasmat' supaya kamu Kyayi Nglurah Pinatih
dihancurkan oleh segerombolan semut. Demikian kutukan KiDultuh'Pahang Suladri.
Setelah
itu, lalu Ki Dukuh melanjutkan semadinya, beliau Ki Dukuh menuju di depan api
pemujaan, lalu beliau moksatidak kembali lagi. Beliau betul-betul sakti dan
pintar. Semua orang yang menyaksikan kagum atas kesaktian Ki Dukuh. Tidak
diceritakan lagi tentang Ki Dukuh Sakti.
Diceritakan
rakyat Kyayi Nglurah Pinatih, kagum atas kebenaran Ki Dukuh, selanjutnya
dilaporkan tentang tingkah laku Ki Dukuh, bahwa ia benar-benar moksah. Hati
beliau Kyayi Nglurah Pinatah menjadi kacau, selanjutnya setelah berselang satu
bulan tujuh hari (42 hari), ada hukuman dari dewata, tidak disangka-sangka
begitu banyaknya semut mengerubuti Kyayi Nglurah Pinatih, beserta prajuritnya,
juga dirusak oleh segerombolan semut.
Ada
lagi prajuritnya Kyayi Nglurah Pinatih, membuat pondok, dekat dengan pantai,
dengan tiba-tiba datang seokor ikan "aju"di tepi pantai, jalanya
memintas-mintas, sampai akhirnya tiba di pondoknya, bangkai ikan itupun
dikerubuti oleh semut, baunya begitu busuk, orang-orang dipodok itu takut
segera berlarian pergi, itulah sebabnya rakyat beliau dikalahkan oleh ikan aju.
Itulah sebabnya ada yang bernama Ajumenang. Oleh karena demikian keadaannya,
hati Kyayi Pinatih menjadi kacau balau disertai oleh putra-putranya semua,
beserta rakyatnya semua, saat itu lalu disuruh rakyatnya membuat kolam
melingkar, dan di tengahnya supaya diisi tempat tidur, serta tempat memasak, semutpun
juga datang bergerombol-gerombol di permukaan air, selanjutnya berhasil masuk
mengerubut, Kyayi Pinatih dan yang lainnya akhirnya pergi ke tempat lain. Oleh
karena itu, perpindahan Kyayi Nglurah Pinatih supaya dekat dengan tempat suci
Pura Dalem Pinatih, yang berada di Desa Paninjoan. Setelah tiba beliau di sana,
juga rakyatnya disuruh membuat telaga, supaya di dalamnya terdapat tempat
memasak, juga dikerubuti oleh semut. Tak terhingga semut itu mengerubuti beliau
semua.
Selanjutnya
beliaupun pindah dari situ, beliau lalu meminta kepada rakyatnya, siapakah yang
sanggup tinggal di sini menjaga Pura Dalem, boleh tidak mengikuti Kyayi Nglurah
Pinatih pergi. Rakyat beliau yang bernama Sibali Hamed segera berkata, ia yang
mengikuti petunjuk Kyayi akan menjaga Pura Dalem, tidak akan ikut pergi, lalu
beliau Kyayi Nglurah Pinatih pergi dari sana, menuju tempat dua orang pendeta
yang bernama Ida Pedanda Gede Bandesa dan Ida Pedanda Wayan Abyan, serta putra
beliau sama-sama masih tinggal di Kretalangu daerah wilayah Desa Padang Galak,
beliau lagi kembali beserta rakyatnya, tiba-tiba Kyayi Nglurah memberikan
rakyatnya sebanyak empat puluh orang kepada sang pendeta, beliau sang pendeta
senang menerimanya, rakyat pilihan yang diberikan kepadanya, rakyat dari
keturunan Bendesa Kayu Putih, I Pasek Kayu Selem, serta keturunan dari Macan
Gading semua tinggal di Tangtu, semua itu diserahkan. Senang hati sang pendeta.
Pada saat itu ada pemberitahuan dengan beliau I Gusti Tembau. Putus hubungan
kekrabatannya nanti, dibalas pemberitahuannya bahwa yang memegang pusaka jika
suatu saat melaksanakan suatu upacara baik itu suka maupun duka, jika tidak ada
orang dari Tembau datang membatu, supaya tidak berhasil upacara itu, serta
dibalas oleh Kyayi Nglurah Pinatih, semoga orang-orang dari Tembau nantinya banyak
pekerjaannya, demikian ucapan beliau Kyayi Nglurah Pinatih kepada I Gusti
Ngurah Tembau beserta Kyayi Ngurah Pinatih, mohon ijin kepada kedua pendeta
itu, beliau mengijinkan membuat pemujaan di ujung Desa Biaung, bernama pura Dalem
Bangun Sakti, diemong oleh rakyat Biaung. Oleh karena sayangnya beliau pendeta
kepada Kyayi Ngluran, kedua pendeta itu membuat pemujaan Pura Dalem Kadewatan,
Puser Tasik Batur, Pura Kentel Gumi, semuanya itu berada di wilayah Desa
Padanggalak, sampai di daerah persawahan Desa Sanur. Hentikan sejenak.
Beberapa
lamanya di daerah Padanggalak, beliau Kyayi Nglurah kembali dikerubuti oleh
segerombolan semut, selanjutnya beliau mengungsi ke hutan Mimba, beserta anak
cucu dan rakyatnya, beberapa lama beliau berada di hutan Mimba (Intaran), juga
dikerubuti semut, kembali rakyat beliau berpencaran, ada yang ke daerah Sawah
Paga, ada yang anaknya pergi mencari tempat, ada yang mengungsi ke wilayah
Pisah, ada yang ke wilayah Pedungan, serta wilayah Panjer, ada yang di daerah
Tegal, pergi meninggalkan Tuannya (Kyayi Nglurah), hatinya semakin kacau.
Sekarang Kyayi Pinatih lalu mohon pamit kepada sang pendeta berdua, beserta
dengan perlengkapannya menuju daerah Blahbatuh. I Gusti Ngurah Anom menuju
daerah Sumerta, putra beliau semuanya ikut.
Diceritakan
Kyayi Nglurah Agung Mantra, Kyayi Nglurah Made Sakti, para putranya serta
rakyatnya semua. Selanjutnya I Gusti Ngurah Bang dipakai menantu oleh I Pasek
Karang Buncing, beliau menyerahkan diri, oleh karena beliau tidak lagi
dijadikan keluarga oleh adiknya, oleh karena tidak lagi ingat akan jati
dirinya. Entah berapa lamanya beliau I Gusti Blangsinga berada di wilayah
Blahbatuh, karena kesalnya hati beliau lalu beliau tidak tentu tujuan membawa
pusakanya. Ceritakan beliau Ida Kyayi Nglurah semuanya di Blahbatuh, masih
beliau diburu oleh semut, hatinya bingung, air matanyapun mengalir, tidak dapat
tidur, selanjutnya kembali pergi dari Blahbatuh, menuju daerah Kapal. Oleh
karena di daerah Kapal bersama dan tempatnya sangat sedikit dan sesak. Saat itu
Kyayi Nglurah Pinatih mengutus I Gusti Temuku serta I Gusti Putu Pahang beserta
I Gusti Jempai, supaya mencari tempat. Selanjutnya beliau bertiga menuju ke
timur, dilihat olehnya hutan yang sangat luas, bernama hutan Huruk Mangandang,
sebelah timur sungai Melangit, selanjutnya hutan itu bernama Pucungbolong,
serta di bagian utaranya hutan Wuruk Mangandang, sudah termasuk wilayah I Dewa
Gede Oka, dari Taman Bali, demikain disampaikan pada Kyayi Nglurah Pinatih,
diiringi oleh rakyatnya. Tempat itu akhirnya dijadikan istana, dikelilingi oleh
rakyat beserta keluarganya semua. Selanjutnya ada saudara beliau yang membangun
rumah di barata desa Tulikup bernama daerah Temesi. Sesudah demikian
selanjutnya sama-sama membangun tempat suci dengan maksud mencari kebahagiaan
beliau memegang wilayah. Selanjutnya Kyayi Nglurah Agung Mantra beserta adiknya
Kyayi Nglurah Made Sakti, sama-sama mengikuti ayahnya, duringi oleh rakyat
serta keluarga dekat , beserta semua putranya. Beliau tidak lupa menjunjung
lehuhurnya (Batara Kawitan).
Saat
beliau berada di Tulikup, semuanya sama-sama membuat pondok, serta membuat
tempat suci. Berapa lama beliau ada di Tulikup, diceritakan istrinya Kyayi Dauh
Pande, diajak oleh Kyayi Nglurah Pinatih, akan tetapi beliau sedang hamil, di
sana beliau mencari kutu disuruh oleh Kyayi Nglurah Pinatih. Lalu dicarilah
oleh utusan Dalem, adapun yang diutus adalah I Gusti tilangsinga, kata utusan,
Saya disuruh oleh Dalem kemari mencari istrinya I Gusti Dawuh Pande, demikian
kata utusan itu. Kyayi Nglurah menjawab, oleh karena sudah ada di sini
biarkanlah. Demikian katanya disampaikan kepada Dalem. Oleh karena demikian,
utusan Dalem kembali, hentikan penuturannya.
Diceritakan
jandanya Kyayi Dawuh Pande, beliau sudah melahirkan seorang anak laki yang
rupanya sangat tampan, wajahnya persis sama dengan ayahnya, selanjutnya diberi
nama I Gusti Dawuh Abianengan. Demikian cerita dalam pamancangah.
Diceritakan
Gusti Ngurah Bang di daerah Blabatuh,beliau berputra tiga orang pria dan
wanita.Beliau I Gusti Ngurah Bang pindah ke desa Batubulan,anaknya masih berada
di Blabatuh,I Gusti Ngurah dengan I Dewa
Batusasih masih ada hubungan keluarga,berputra dua orang bernama I Gusti Putu
Bun,beliau tinggal di rumahnya di Blabatuh,I Gusti Made Bun beliau pergi ke
Desa Lodtunduh,ayahnya masih berada di Batubulan dengan keempat anaknya pria
dan wanita,adapun yang pertama bernama I Gusti Bija Karang,kedua I Gusti Bija
Kareng beliau pergi ke Peliatan,Kerobokan,adiknya tinggal di Daerah Dauh Yeh
dan Dangin Yeh.Ada putranya I Gusti Ngurah Pinatih,yang bernama Ketut Bija
Natih,masih berada di wilayah Kretalangu,menjadi pendeta pura (pemangku) di
Dalem Kretalangu,ada juga yang berada di Lodpasih,ada
yang di Bukit,ada juga yang berada di Umadewi.
Sekarang
ceritakan Kyayi Nglurah Agung,dengan Kyayi Nglurah Made beserta seluruh
rakyatnya ada di Tulikup.Suatu ketika beliau retak berkeluarga,kemudian ada
utusan dari Dalem,supaya beliau Kyayi Nglurah Pinatih semuanya datang menghadap
Dalem.Saat itu beliau segera bersama-sama bemusyawarah,sebagai pembicara
pertama adalah kakaknya,selanjutnya adiknya.Setelah pembicaraan
selesai,akhirnya kakaknya mengiringi perintah Dalem,adiknya kembali pulang,saat
itu ada kekecewaan beliau sedikit,kata Kyayi Agung Mantra,kepada adiknya Kyayi
Nglurah Made Sakti,jika kamu tidak ikut pada kakak,kakak akan menghadap
Dalem,ini ada pesan kakakmu,walaupun sekarang kamu menolak,walaupun kamu pergi
jauh,akan tetapi kamu jangan lupa berkeluarga nantinya,demikian pesanku
kepadamu.Kyayi Nglurah Made Sakti menjawab,katanya ,Oh Kakak yang menjadi
pimpinan saya,saya akan menjalani pesan kakak.
Setelah
selesai,selanjutnya seluruh kekayaan dibagi dua,beserta dengan pusaka,rakyatnya
pun dibagi dua,kakaknya lalu mengambil pusaka keris yang bernama Ki Brahmana,serta
tombak I Baru Gudug,beserta sebagian rakyatnya.Adiknya Kyayi Nglurah Made Sakti
dapat bagian perlengkapan pemujaan seperti Siwopakarana,beserta
pusaka beserta sebagian rakyatnya.
Setelah
demikian,Kyayi Nglurah Mantra,selanjutnya pergi menuju ke timur,menuju tempat
beliau Dalem,disertai dengan perbekalan.Beliau Kyayi Nglurah Made Sakti
selanjutnya pergi ke barat diikuti anak cucu beliau,beserta dengan rakyat dan
perbekalannya,tidak diceritakan dalam perjalanan.
Sekarang
mereka sudah sampai di daerah Janggalabija,akan tetapi dekat dengan tempat
tinggal beliau I Dewa di daerah Mambal,beliau adalah menantu sekaligus ipar.
Kembali
diceritakan Kyayi Tambyanengan pergi ke desa Denbukit,dan Gusti Mumbul,Gusti
Tawuman,Gusti Dangin,Kyayi Abianangka,bertempat tinggal di daerah Buleleng
timur,semuanya sudah berpencar mencari tempat tinggal.
Ceritakan
Gusti Made Pahang yang tinggal di Tulikup,ada putra beliau tiga orang semuanya
laki-laki.Pertama bernama Gusti Gede Temuku,adiknya yang kedua Gusti Made Tegal,dan
Gusti Kaja Kauh,semua beribu orang kebanyakan,beliau Gusti Made Tegal pergi
menuju desa Kembengan.Hentikan sejenak.
Ceritakan
Kyayi Nglurah Made Sakti di Janggalabija,semuanya sudah mempunyai rumah,seperti
halnya istana,tidak lupa rakyatnya juga semua sudah mempunyai pondok seperti
keadaannya dulu.Kyayi Nglurah Made Sakti,beliau sangat pintar,beliau sering
melaksanakan hal yang berhubungan dengan dewa-dewa,sekarang putra beliau sudah
menjadi banyak.Oleh karena tinggal di daerah Janggalabija.
I
Gusti Anom Kaja Kauh,mengalih ke desa Mengwi,bertempat tinggal di utara
kraton,Kyayi Nglurah Made Sakti,beliau menguasai ilmu “kabregolan”,sekarang
oleh karena tinggal di daerah Janggalabija,sekarang ada petunjuk dewata,saat
hari Selasa Kliwon (Anggarakasih),bulan Maret (Kasanga),saat tengah
malam,beliau Kyayi Nglurah Made pergi bersemedi,di daerah Wanalata sebelah
timur Desa Pangumpyan,beliau tiba di pinggir hutan,kelihatan asap putih
menjulang tinggi sepertinya menyatu dengan langit,itu selanjutnya yang dituju oleh
Kyayi Nglurah Sakti datang ke sana,selanjutnya menjadi api yang sangat
besar,oleh karena sangat berbahaya,hati beliau menjadi kecut,asap menjadi
hitam,jayalah Kyayi Nglurah Sakti,segera beliau mendekati,lalu beliau naik di
batang sulur yang merambat(bun),lalu sampai di atas,rasanya ada sulur besar
panjangnya sedepa,tiba-tiba ada suara gaib samar-samar didengar oleh Kyayi
Nglurah Sakti,Bija,sekarang dengar sabdaku,kamu harus segera merabas hutan
sulur ini,membuat rumah berhenti bernama Bhija,Ngurah Bun namamu selanjutnya.
Setelah
beliau Kyayi Nglurah Sakti Bhija selesai mendengar sabda itu,segeralah beliau
turun dari sulur itu,setelah sampai di bawah,lalu sulur itu diberi tanda dari
kapur berupa tanda tambah,sulur itu dipakai sebagai tanda peringatan beliau.Setelah
selesai,segera beliau kembali pulang,pada parak siang dan sampai
Janggalabija,sesampainya beliau di rumah,segeralah beliau memanggil rakyatnya
semua,beserta anak cucu semuanya,pendek kata,supaya semua membawa perlengkapan
(alat-alat kerja)beserta perbekalan bermaksud untuk merabas batang tumbuhan
merambat itu,sedapatnya,akan dijadikan desa,selanjutnya akan dijadikan
istana,hutan rambat tersebut,kemudian bernama Alas Bun.Beliau terlalu
tergesa-gesa merambas hutan kayu merambat itu.
Singkatnya,hutan
sulur itu sudah selesai dirabas.Sekarang ceritakan Gusti Ngurah
Pangumpian,berada di istana Pangumpian,setelah itu,pada saat rakyat Bhija
bermaksud membuat pondok atau perkampungan,saat matahari sedang
tegaknya,demikian perilaku rakyat Bhija di sebuah pasar di Pangumpian,lalu
rakyat Pangumpian menjadi marah,selanjutnya dilaporkan pada Gusti
Pangumpian,tingkah laku pendatang itu,membabat hutan Bun itu,tidak
disangka-sangka,sekarang ada perkataan Gusti Pangumpian,lalu melarang pendatang
Bhija itu,tak sedikit kemarahannya pada dan tidak benar tingkah laku orang
Bhija,membuang
sampai di lapangan Pangumpian,selanjutnya lalu dihentikan,dengan tangkai
tombak.Setelah itu,lalu dicaci maki sampai dengan tuannya.
Oleh
karena tingkah lakunya demikian,semua dilaporkan oleh orang-orang Bhija yang ke
pasar,oleh karena orang-orang Bhija itu berjual beli ke pasar Pangumpian,lalu
tuannya pun dicerca,semuanya itu lalu diberitahukan kepada Kyayi Ngurah Made
Sakti Bhija,lalu Kyayi Ngurah Bhija menjadi murka,semua putranya lalu
diberitahukan,beserta rakyatnya semua,Hai kamu anakku semuanya,ayahmu bermaksud
melakukan puputan(habis-habisan),dengan Gusti Pangumpian.Setelah itu,lalu
ayahmu dicegat oleh anaknya semua.Gusti Bhija pun akhirnya berangkat,diantar
oleh semua putranya,beserta rakyatnya banyak.Lalu bersorak-sorai mengucapkan
kata ‘lawan-lawan’,dengan suara yang
keras,dipimpin oleh ayahnya.Pertempuran pun terjadi.Singkat cerita,Gusti
Pangumpian mengalami kekalahan,lalu beliau tunduk kehadapan Kyayi Ngurah
Bhija.Hentikan ceritanya sejenak.
Sekarang ada yang lain,ada cerita
dulu,sekarang diceritakan beliau yang memerintah di daerah Mengwi,beserta I
Dewa Karang yang beristana di Mambal,bertanya apa sebabnya,setelah diketahui
tingkah lakunya Kyayi Ngurah Bun,yang ditanyai lalu menjawab,Ya memang benar
Kyayi Ngurah Bun.Lalu I Dewa Karang beserta Ida Cokorda Made Agung,yang menjadi
pimpinan di Mengwi.
Diceritakan sekarang Kyayi Ngurah
Bhija sudah menjadi raja di istana Bun,berhenti bernama Ngurah
Bhija,selanjutnya kemudian beliau bergelar Ngurah Bun.Demikian pula seluruh
warganya disebut warga Bun.Oleh karena itu ada daerah yang bernama Banjar
Bun,sampai sekarang.
Perkenankanlah hamba dan tidak
terkena kutukan.Diceritakan yang bernama Ida Padanda Wayan Abian,beserta
putranya,yang bernama Ida Nyoman Abyan,seperti adiknya Ida Ketut Abian,sebagai
menantu dan ipar oleh Kyayi Ngurah Bun,beliau selanjutnya berganti nama dari
Padanda Nyoman Abian,menjadi Padanda Nyoman Bun.Beliau dijadikan pendeta oleh
masyarakat Bun dan masyarakat Branjingan.
Sekarang diceritakan I Gusti Putu
Bhija di wilayah Branjingan,diikuti oleh anaknya semua,membuat senjata
tajam,bernama Bangun Holog,sejumlah empat puluh banyaknya,semuanya bergelang
emas,sebagai upacara di pura,sebagai tanda peringatan keturunannya.Sebagai nama
lengkap keturunan Branjingan,pertama I Gusti Ngurah Putu Branjingan,I Gusti
Ngurah Made Branjingan,I Gusti Ngurah Anom Branjingan,demikian anak cucu beliau
semua,kecuali putri beliau yang diambil oleh Brahmana.Hentikan penuturannya
sejenak.
Diceritakan I Gusti Agung Made
Agung,bergelar Cokorda Agung Munggu,beliau yang memerintah daerah
Mengwi,seperti kakaknya,Gusti Agung Putu Mayun,beliau senang hidup di
Mengwi,para punggawa semuanya hormat,para manca juga cinta kasih.Pada saat I
Gusti Agung Nyoman Alangkajeng Cokorda Munggu,pergi berburu memikat
burung,beliau berunding dengan beliau Dalem Sukawati,saat beliau datang dan
mampir di istana Bun,oleh karena payahnya lalu beliau minta untuk dipijat lalu
diserahkan istrinya seorang abdi bernama Jro Meliling.Pendek cerita,oleh karena
sudah menjadi kebiasaan perilakunya dengan tidur-tiduran,akhirnya hamillah Jro
Meliling.Singkat cerita,lama-kelamaan lahirlah seorang putra laki-laki dengan
wajah yang tampan,wajahnya tidak beda dengan raja Mengwi,sperti percakapan
orang-orang di jalan-jalan,lalu Kyayi Ngurah Bun,segera datang menghadap raja
Mengwi,bersama dengan Jro
Meliling.Setelah beliau tiba di dalam istana,saat itu beliau Raja Mengwi sedang
diadap oleh banyak rakyat beliau,beserta punggawa,Kyayi Ngurah Bun lalu berkata
kepada baginda Raja.Raja Mengwi lalu berkata,Oh adik Ngurah baru
datang?Sekarang baru menghadap saya.Siapakah gerangan apakah De Ngurah yang
mempunyai anak ini?Kyayi Ngurah Bun lalu menjawab,ini adalah anak saya,yang
lahir dari ibunya Ni Jro Meliling.Sri Aji Mengwi lalu ingat,anak ini keturunan
utama,raja Mengwi lalu berkata,Oh Ngurah,saya menginginkan anak ini,bagaimana
Ngurah setuju?Kyayi Ngurah lalu menjawab,saya tidak berani menolak perintah
Tuan,untuk mengambil anak ini.Diperhatikan benar-benar oleh raja Mengwi,rupanya
sangat tampan,mereka itu memang keturunan orang utama.Beliau raja Mengwi
kemudian berkata,hai kamu anak kecil,sekarang saya berpesan kepadamu,jangan kau
menolak nasihatku jangan membantah putra-putraku.Sekarang kamu saya beri nama I
Gusti Gede Meliling,saya menyayangimu,daerah ini sebagai hadiahku,buktinya saya
betul-betul dekat berkeluarga denganmu.Kamu sekarang menguasai daerah
Padangluwah,sampai ke Jimbaran,begitu pula sampai ke Kuta Mimba,bertindak tegas
dan bijaksana,terserah kamu,sewilayah Padangluwah,Tibubeneng,dan sawah Pondok
Sempol.I Gusti Gede Meliling sebagai penguasanya,meluaskan ke selatan
boleh,akan tetapi keturunanmu supaya masih keturunan Wang Bang Bun dari
keturunan Pinatih,sampai kemudian.Demikian pemberian(anugerah)Sri Aji
Mengwi,kepada anak beliau I Gusti Gede Meliling.Sudah dipersaksikan oleh
seluruh pejabat-pejabat kerajaan.Hentikan penuturan beliau I Gusti Gede
Meliling.
Sekarang ceritakan I Gusti Ngurah
Putu Bhija di istana Branjingan.Karena suatu hal,beliau tidak lagi cocok dengan
ayahnya(putus hubungan)Kyayi Ngurah Bun Sakti,tidak tahu lagi berayah dan
bersaudara,bagaikan diterbangkan Branjingan dengan Bun.Beliau Sri Aji Mengwi
menjadi bingung memberikan pendapat pada anaknya yang berada di Branjingan,kelakuannya
keterlaluan,hati ayahnya menjadi panas,serta anaknya sudah dirasuki kaliyuga,tidak lagi ingat bersaudara dan
satu leluhur,hati Kyayi Ngurah Bun Sakti menjadi marah,beliau menyuruh
putra-putranya untuk membunuh kakaknya di Branjingan.Oleh karena itu,didengar
oleh Gusti Ngurah Branjingan,lalu beliau mencuri seekor spi molik warga
Bun,oleh karena salah merusak ladang.Selanjutnya diambil dan dijualnya,ayahnya
di istana mendengar.Marah ayahnya semakin menjadi-jadi,beserta para putranya
semua,demikain pula rakyatnya.Ada pembicaraan Kyayi Ngurah Bun,istrinya tidak
dikatakan.Setelah pembicaraan di puri Bun selesai,agar sampai habis Si
Branjingan,beliau sangat berdosa kepada ayahnya.
Sekarang ada peringatan Kyayi Bun
kepada rakyatnya,apabila Si Branjingan hancur seluruhnya,jika ada rakyat Bun
yang meninggalnya tidak sesuai(salahpati),berhak diusir.Jika kesalahannya
dihukum usir dimaafkan.Demikian pembicarannya di istana Bun.
Oleh karena itu seluruh rakyat
menjadi marah,suasana geger semuanya sama-sama berani untuk berperang,perangpun
tidak dapat dihindari,puri Branjingan dihancurkan oleh tentara Bun.Banyak
teriakan agar melakukan perlawanan antara Bun dan Branjingan,sama-sama berani
berperang,banyak dari mereka yang luka parah,sorak tak henti-hentinya,istana
Branjingan kalah dalam pertempuran.
Beliau I Gusti Ngurah Branjingan
berani sampai dengan titik darah penghabisan,beserta dengan anak,istri dan
menantu,semua sudah mengenakan pakaian serba putih,tujuannya adalah mati dalam
pertempuran,hati rakyat Bun menjadi bingung,beserta semua putra beliau.
Selanjutnya ayahnya merapalkan
mantra ‘aji kabregolan’.Dilihat oleh
I Gusti Ngurah Branjingan ayahnya,memakai tongkat tombak,serta menaikkan tangan
sebelah(masimbangan)mempergunakan kain loreng memakai bunga raya merah,Kyayi
Ngurah Branjingan menjadi ciut nyalinya,melihat ayahnya,selanjutnya Kyayi
Ngurah Branjingan takut,beserta seluruh prajuritnya,beliau silau melihat
ayahnya,tua muda lari tunggang langgang,laki perempuan semuanya menyelamatkan
diri menuju daerah Srijati Sibang.Beliau tinggal di Darmasaba,menyerahkan diri
kehadapan I Gusti Agung Kamasan,semuanya beserta seluruh rakyatnya.Sesmpainya
di Darmasaba,para putra-putrinya terbencar semuanya sama-sama mencari
tempat.Lalu beliau siap untuk meninggal,oleh karena takut kepada
ayahnya,akhirnya beliau tidak jadi meninggal,tidak jadi meninggal.Akan
meninggal,artinya Jagapati.Hentikan
penuturan sejenak.
Sekarang ceritakan putra-putri
Branjingan,Ni Gusti Ayu Made Bhija,I Gusti Putu Bhija,I Gusti Ngurah Made
Bhija,I Gusti Ngurah Gede Bhija,I Gausti Ngurah Anom,I Gusti Ngurah Tengkeng
dan I Gusti Ngurah Anom Lengar.
Ayahnya ,I Gusti Ngurah Putu
Bhija,bertempat tinggal di Banjar Bantas,adik beliau yang bernama I Gusti
Ngurah Made Bhija bertempat tinggal di Tingas.Beliau Gusti Anom Lengar menuju
Desa Moncos.Gusti Anom Bhija mengalih ke desa Bongan Tabanan.
Sekarang ceritakan beliau Kyayi
Ngurah Bhija tinggal di istana Bun,beliau tidak kekurangan suatu apapun,oleh
karena dilindungi oleh Sri Aji Mengwi,entah berapa lama beliau menikmati hidup
di istana Bun,sekarang timbul kehendak dewata,beliau Sri Aji Mengwi marah
kepada I Dewa Karang,beliau dikatakan akan melakukan kudeta,beliau sudah
berhasil mengumpulkan rakyat Mengwi,selanjutnya hendak menyerbu I Dewa
Karang,hal itu lalu didengar oleh I Dewa Karang,segera beliau I Dewa Karang
pergi ke istana Bun,berunding dengan mertuanya,Kyayi Ngurah Bun,setelah selesai
perundingan di puri Bun,I Dewa Karangpun pulang,dengan tidak mempunyai perasaan
was-was.
Sekarang
diceritakan, tiba-tiba datang laskar Mengwi, mengelilingi, dipimpin oleh para
putranya semua, seperti I Gusti Agung Mayun, istana Mambal dikurung oleh laskar
Bun. Tidak dapat dikatakan hati I Dewa Karang menjadi malu bercampur marah.
Konon laskar Bun sudah berada didepan istana, laskar Bun itu memang diandalkan
sekali oleh beliau Sri Aji Mengwi, mengawasi I Dewa Karang, supaya semuanya
dibinasakan dan dihancurkan. I Dewa Karang akhirnya keluar kedepan istana, selanjutnya mendekati laskar Bun,
yang berada didepan istana, hati Kyayi Bun menjadi tidak tetap, I Dewa Karang
akhirnya disembunyikan oleh laskar Bun, itulah sebabnya I Dewa Karang akhirnya
selamat, tidak dapat dibinasakan, rakyat Mengwi menjadi heeran, akan
keahliannya I Dewa Karang, dengan Kyayi Ngurah Bun. Selanjutnya I Dewa Karang
menuju kea rah timur mencari saudaranya I Dewa Bata, yang beristanakan di
Banjar Tegal. Beliau Sri Aji Mengwi mengetahui hal itu, akan muslihat Kyayi
Ngurah Bun, sehingga I Dewa Karang tidak dapat ditawan, oleh karena I Dewa
Karang adalah iparnya sekaligus menantunya, menyebabkan tidak henti-hentinya
kemarahan Sri Aji Mengwi. Selanjutnya kentongan dibunyikan, beliau I Gusti
Agung Mayun segera berangkat, beserta senjata dan seluruh rakyatnya,
selanjutnya hendak menghancurkan Kyayi Ngurah Bun. Jika mereka berani beperang,
habisi semua beserta anak cucunya karena kemurkaan Sri Aji Mengwi, serta Sagung
Mayun keturunan pemberani, tetapi usir saja, dan rampas sampai laskarnya semua.
Demikian perintah Sri Aji kepada petugas-petugasnya semua, semuanya sudah
menyanggupi, seluruh laskar Mengwi seperti pembicaraan di depan, semuanya akan
menuju keperkasaan. Banyak laskar Mengwi yang sesumbar, beliau Kyayi Ngurah Bun
tidak mengetahui. Oleh karena keadaan demikian, lalu kaget Kyayi Ngurah Bun,
lalu menabuh kentongan beserta laskarnya, serta bersorak-sorai, hati I Gusti
Ngurah Bun menjadi berkobar-kobar beserta putranya semua, serta mengejek-ejek
dengan kata-kata “ayo lawan-lawan”,
laskar Bun semuanya keluar beserta dengan senjatanya, selanjutnya Mengwi dengan
Bun akhirnya berperang, sama-sama memperlihatkan keberaniannya, berlomba-lomba
saling sesumbar, perangpun sudah berkecamukan, saling dorong, saling tikam,
pertempuran sangat sengit, berhadap-hadapan, tidak mengetahui kawan dan lawan,
banyak yang mengalami luka parah, dan mati, berhasil disergap laskar Mengwi
oleh laskar Bun, I Gusti Agung Putu Mayun akhirnya dapat dibinasakan oleh
tusukan Gusti Ngurah Bun. Laskar Mengwi pun akhirnya mengalami kekalahan,
perang pun menjadi terhenti. Kyayi Ngurah Bun menjadi bingung, oleh karena
banyak yang merebutnya, akhirnya, Kyayi Ngurah Bun berpikir-pikir, untuk mundur
akibat marahnya Sri Aji Mengwi, beliau Kyayi Ngurah Bun tidak berani berperang
dengan Sri Aji Mengwi, oleh karena sedikitnya laskar Bun, dan sangat banyak laskar
Mengwi itu. Saat itu I Gusti Bun pergi mundur bersama minggat dari istana Bun,
beserta rakyatnya dan anak istrinya, menuju daerah Badung, selanjutnya tinggal
di Tainsiat, rakyatnya ditempatkan di Banjar Bun, serta di Banjar Ambengan.
Tidak diceritakan selanjutnya.
Sekarang setelah beliau Sri Aji
Mengwi datang diiringi oleh laskarnya semua, beliau bagaikan “atma prasangsa” segera ingin menghabisi
semua keturunan Bun beserta dengan anak cucunya semua, beliau marah dan malu
akan kematian I Gusti Ngurah Mayun di istana Bun. Demikian ceritanya dulu.
Ceritakan
I Gusti Ngurah Bun di Tainsiat, rakyat dan putra-putranya, sama-sama mencari
desa, pergi meninggalkan ayahnya, I Gusti Ngurah Padhang, menuju desa
Karangasem, I Gusti Ngurah Teja, menuju desa Denbukit, ada putra beliau tiga
orang, yang tertua seperti nama ayahnya, beliau ikut dengan Ida Ketut Dawan, di
Dawan, Banjar.
Sekarang diceritakan I Dewa Manggis
Kuning, beristrikan I Gusti Ayu Pahang. Beliau berunding dengan I Dewa Karang
yang beristana di Tapesan, semua sama-sama ingat akan cinta kasih ayahnya Kyayi
Ngurah Bun saat dahulu, keduanya sama-sama berhutang budi I Dewa Manggis dan I
Dewa Karang. Beliau mengirim duta ke daerah Badung, untuk meminta ayahnya I
Ngurah Bun kepada penguasa berdua Pemecutan dan Denpasar. Setelah pembicaraan
selesai, beliau Kyayi Ngurah Bun di persilahkan pulang ke Gianyar, seperti
permohonan I Dewa Manggis di Gianyar, setelah perginya Kyayi Ngurah Bun dari
Badung, Tainsiat Pemecutan, beliau serempak berjalan menuju hutan Kawos, akan
tetapi putranya yang paling tua, yang bernama I Gusti Ngurah Putu Wija,
dijadikan putra angkat oleh Kyayi Pemecutan, selanjutnya bernama I Gusti Ngurah
Pemecutan, selanjutnya tinggal di Tainsiat Pemecutan.
Oleh karena Kyayi Ngurah Bun lama
tinggal di Badung Pemecutan, lalu berganti nama menjadi Kyayi Ngurah Pemecutan,
sekarang Kyayi Ngurah Pemecutan mempunyai lima putra. yang tertua bernama I
Gusti Ngurah Mawang, kedua I Gusti Ngurah Tangeb, ketiga I Gusti Ngurah
Angkrah, keempat I Gusti Ngurah Ketut Bijha, yang terakhir bernama I Gusti Ayu
Oka.
Diceritakan I Gusti Ngurah Mawang
yang tinggal di Negari,di lecehkan berbahasa dalam perjudian sabung ayam oleh I
Dewa Belang. Keesaokan harinya keduanya saling
bertempur bersama sanak keluarganya sama-sama siap seperti ‘daratan’ dan akhirnya I Dewa Belang
mengalami kekalahan. Lalu desa dan rumahnya di kuasai oleh I Gusti Ngurah
Angkrah dari desa Tunon.
Sekarang di ceritakan I Gusti Ngurah
Tangeb yang sangat berhasrat menginginkan oleh I Gusti Ngurah Manggis Kuning
dari Kerajaan Gianyar untuk dijadikan penguasa di daerah Pengrebongan, setelah
perundingan selesai akhirnya I Gusti Ngurah Tangeb diserahkan beserta beberapa
rakyatnya oleh Ida Cokorda Oka Putra dari Istana Negari.
Oleh karena Pengerebongan sudah di
kuasai oleh I Gusti Ngurah Tangeb yang datang dari Negari, di ubahlah nama
Pengerebongan menjadi Negari Pengerebongan sampai sekarang. Sekarang kembali
ceritakan anak dan cucunya yang sudah sama-sama berkembang. Ada yang pindah ke
Celuk, ada yang ke Batuyang, ada yang ke Lembeng, ada yang di Tohpati, ada yang
di Beng, ada yang ke Guwang, ada yang ke Mengwi, ada yang di Moncos,Jimbaran
Bukit. Kembali diceritakan ,
setelah beliau Sirarya Pinatih dan adiknya I Gusti Ngurah Bhija yang tinggal
didesa Bun, oleh karena bagaikan dahan pohon beringin yang lebat, sehingga para
putra beliau berpencar mencari tempat tinggal.
Diceritakan ada tiga orang putra
beliau, seperti I Gusti Putu Natih, I Gusti Made Natih dan I Gusti Nyoman
Jurang Sakti. I Gusti Putu Natih pindah dari desa Bun menuju desa Nyalian,
kemudian kawin dengan Si Luh Rai, kemudian berputra satu yang bernama I Gusti
Putu Kotag, selanjutnya I Gusti Putu Kotag pindah ke desa Bakas,beliau akhirnya
kawin dengan Ni Gusti Pacung,
selanjutnya melahirkan dua orang putra, yaitu I Gusti Putu Nurada dan I Gusti
Made Dadagan.selanjutnya I Gusti Putu Narada kawin dengan Ni Luh Pasek dan
melahirkan dua orang putra.
Kemudia I Gusti Made Natih mengungsi
ke desa Sibang, dan tinggal di desa Mengwi,yang akhirnya kawin dengan I Gusti
Ayu Sengguhu dari banjar Tunon, beliau kemudian berputra dua,yaitu I Gusti Putu
Raka dan I Gusti Made Rai. Selanjutnya I Gusti Putu Raka Kawin dengan Ni Gusti
Luh Pacung,melahirkan seorang putra bernama I Gusti Putu Soga, selanjutnya I Gusti
Putu Soga kawin dengan Ni Gusti Luh Pacung, beliau berputra dua, yaitu I Gusti
Putu Raka dan I Gusti Nyoman Dawuh, beliau I Gusti Putu Raka kemudian kawin
dengan Ni Luh Pasek, beliau melahirkan empat orang putra.
Ceritakan
sekarang I Gusti Made Rai yang tinggal di banjar Bantas, beliau kawin dengan Ni
Gusti Luh Made Rai,mengambil istri lagi dari desa tulikup yang bernama Ni Gusti
Luh Ketut Dangin,dan melahirkan seorang putra yang bernama I Gusti Kompyang
Griya, beliau I Gusti Kompyang Griya kawin dengan Ni Gusti Luh Pasek dari desa
Cengkelung,melahirkan dua orang putra laki-laki.
Ceritakan sekarang I Gusti Nyoman
Jurang Sakti beliau pindah ke desa Mengapura, beliau kemudian tinggal disebelah
utara kerajaan, akhirnya menetap di desa Sila. Oleh karena beliau pergi menuju
barat laut desa Bun,itulah sebabnya beliau terkenal dengan sebutan I Gusti Anom
Kaja Kauh, beliau kemudian kawin dengan Ni Luh Tembau, melahirkan dua orang
putra , I Gusti Putu Cita dan I Gusti Made Gading, beliau I Gusti Putu Cita kemudian
kawin dengan Ni Luh Pasek Padangluih, yang kemudian melahirkan dua orang, putra
dan putri, yang kemudian yang putra meninggal dunia,dan yang wanita bernama I
Gusti Luh Made Rai. Kemudian I Gusti Made Gading kawin dengan Ni Gusti Tegeh
Kori,beliau berputra I Gusti Putu Pacung yang kawin dengan Ni Gusti Luh Made
Rai, melahirkan tiga orang putra, yaitu I Gusti Putu Gede,I Gusti Made Raid an
I Gusti Nyoman Dangin. Semua itu adalah keturunan I Gusti Anom Kaja Kauh,
kemudian beliau menetap di desa Sila Mengapura sampai sekarang. Adapun desa
Sila, sila berarti batu, desa berarti banjar. Siladesa berarti Banjar Batu,
diwilayah desa Mengwi.
Ceritakan
kembali putra dan putri beserta cucunya Kyayi Ngurah Bun, yang semakin tumbuh
berkembang di desa Mengwi bagaikan hujan yang turun dari mega dan jatuh ke
tanah demikian juga perkembangan beliau.
Ceritakan I Gusti Ketut Lepug
beserta adiknya I Gusti Made Cetig, beliau kawin dengan Ni Jro Lod, beliau
kemudian mempunyai seorang putra I Gusti Kompyang Gredeg kawin dengan Ni Gusti
Ketut Kenyer dan Ni Gusti Byang Rai Sambreg. I Gusti Made Sambreg . I Gusti
Made Gledag kawin dengan Ni Gusti Putu Sangku. Selanjutnya I Gusti Made Gledag
kawin dengan Ni Gusti Nyoman Semog dan Ni Jro Kandel, kemudian I Gusti Ketut
Lepod kawin dengan Ni Jro Desa melahirkan tiga orang putra yang bernama, I Gusti Made Kesir, I Gusti
Nyoman Regeg dan I Gusti Made Pegug, beliau I Gusti Made Kesir mempunyai dua
orang putra yang bernama, yang wanita bernama I Gusti Ayu Anom yang laki benama
I Gusti Ngurah Nyoman Sudarsana, beliau I Gusti Nyoman Regeg kawin dengan Ni
Jro Jempiring, beliau I Gusti Made Pegug kawin dengan Ni Gusti Nyoman Rempug.
Kembali ceritakan I Gusti Ketut
Lanus beliau kawin dengan Ni Jro Ketut Tanjung , melahirkan dua orang putra yang
bernama I Gusti Made Pegeg dan I Gusti Nyoman Kunti, selanjutnya I Gusti Putu
Cuklek kawin dengan Ni Jro Gadung. Ceritakan kembali Ni Gusti Ayu Made Semog
yang kawin ke Singapadu.
Selanjutnya diceritakan para putra
branjingan setelah berkelana, akhirnya tiba didesa Darmasaba, seperti beliau I
Gusti Dedetan yang berkeluarga dengan I Gusti Alit Batu, yang melahirkan enam
orang anak yang bernama, I Gusti Putu
Nedeng, I Gusti Ketut Condong, I Gusti Putu Natih, I Gusti Putu Lengur,I Gusti
Ayu Raka dan I Gusti Ayu Kelog. Beliau I Gusti Putu Nedeng kawin dengan Ni
Gusti Rai Nuk dari desa Batu daerah Mengwi, beliau berputra dua, yaitu I Gusti
Made Puspa dan I Gusti Nyoman Kenug. Dan I Gusti Ketut Condong kawin
dengan Ni Gusti Made Lancah dari desa
sedang, beliau melahirkan dua orang anak yang bernama, Ni Gusti Putu Kerti dan
I Gusti Nyoman Puguh. Beliau I Gusti Putu Natih kawin dengan Ni Gusti Ayu Sabit
dari banjar bantas daerah Sibang Gede,selanjutnya mengambil istri lagi dari
griya Batulumbung Sibang Gede bernama Ida Ayu Ketut Dalaem. Dan I Gusti Made
Lengur kawin dengan Ni Gusti Nyoman Ngambet dari daerah sibang, selanjutnya Ni
Gusti Ayu Raka kawin ke selat sangeh, dan I Gusti Ayu Rai kawin ke Griya Dalem
Sibang.
Adapun
I Gusti Made Natih yang bersaudara dengan I Gusti Made Krasak dari desa Sibang,
selanjutnya mengalih ke desa Singapadu. Beliau I Gusti Made Natih melahirkan
dua ornag anak keduanya wanita. Beliau Ni Gusti Made Lancah kewin ke Penatih
dan Ni Gusti Ayu Kredep juga kawin ke Penatih, ada putra beliau yang bernama I
Gusti Made Oka dan yang wanita bernama Ni Gusti Ayu Anom Grodog beliau kawin ke
Jro Grodog di Singapadu, beliau Ni Gusti Nyoman Ngambet kawin dengan I Gusti
Made Lengur. Selanjutnya I Gusti Made Krasak kawin dengan Ni Gusti Byang Heteg
dari daerah Sibang Gede, beliau melahirkan tiga orang anak yang bernama, I
Gusti Putu Geger, I Gusti Putu Natih dan Ni Gusti Ayu Rai Sambreg kawin ke Jro
Rum Singapadu.
I Gusti Putu Blongkoran kemudian
kawin dengan Ni Jro Dangin, namun beliau tidak mempunyai anak. Selanjutnya I
Gusti Made Pesan kawin dengan Ni Gusti
Byang Nganjuh dari desa Sibang,beliaupun tidak mempunyai anak.kemudian I Gusti
Raka Mangku bersaudara dengan I Gusti Nyoman Dawuh dan I Gusti Ayu Nyoman Rai.
Kembali ceritakan I Gusti Raka Mangku
yang kawin dengan Ni Jro Kangin beliau melahirkan enam orang anak yang bernama,
I Gusti Nyoman Lilir, I Gusti Ketut Dinding,I Gusti Putu Bakti dan Ni Gusti
Ketut Nyer, beliau kawin ke banjar Batu Mengwi, Ni Gusti Putu Sangku beliau
kwawin ke banjar Batu Mengwi Juga, dan Ni Gusti Made Bokor beliau masih gadis.
Ceritakan I Gusti Nyoman Lilir,
beliau kawin dengan Ni Sayu Cablek dari Jro Tambangan, Sibang Gede, melahirkan
seorang putra bernama I Gusti Made Sarga yang kawin dengan I Gusti Made Puspa
dari Singapadu. Kembali ceritakan menantunya I Gusti Nyoman Lilir yang bernama
Ni Jro Nyeri, I Gusti Ketut Ngurah beliau kawin dengan I Gusti Made Keteg Dari
desa Selat Grana. Adapaun menantunya I Gusti Putu Nedeng yang Bernama Ni Gusti
Made Kembar dan Ni Gusti Made Komang. Beliau I Gusti Nyoman Kenug kawin dengan
Ni Gusti Made Mertha dari Blumbung Sibang. Menantu I Gusti Putu Natih, yang
pernah mengawini Ida Ayu Ketut Dalem yang bernama Ni Gusti Ketut Tublen dari
selat Grana, beliau mempunyai seorang putra bernama Gusti Made Siti. I Gusti
Ketut Semadhi dari Penataran Bujak, Beliau meninggal semasih muda.
Hentikan ceritanya dahulu. Inilah
silsilah para Arya Bang Pinatih, keturunan Sang Bang Manik Angkeran, putra
beliau Mpu Sidhimantra, yang dulu datang
dari pulau Jawa
Demikian
Babad Arya Pinatih Selesai.
Infonya sangat menarik,bagus untuk generasi muda. Boleh tau emailnya? suksma
BalasHapusniki email tiang: ngurahpanca05@gmail.com
BalasHapussenang bisa berbagi informasi
siap sama-sama bli, ampura baru sempat buka dan balas komentarnya.
HapusNiki alamat email tiang waynesuryawan@gmail.com
Waynesuryawan,,ada gak sumber yg menceritakan tentang keturunan yg lainnya dari trah arya wang bang pinatih yg berada di desa baturan/batuan,,,kalau ada,,,mohon di jabarkan sedikit,,,susksma
BalasHapusArya Wang Bang Pinatih merupakan penguasa kertalangu, semenjak berakhir nya dinasti beliau saat itulah dinasti Arya Kenceng dimulai untuk melanjutkan pemerintahan di Kerajaan beliau, dan dari beliau dari Dinasti Arya Kenceng ini adalah Kyai Tegeh (Tegeh Kori) yang merupakan putra kandung Arya Kenceng. Beliau memindahkan pusat kekuasaan dari kertalangu menuju tegal Badung
BalasHapusBagus isi bababnya
BalasHapusSukma Pasemetonan Arya Wang bang Pinatih sangat penting untuk mengetahui sisilah kawitan Rahayu🙏🙏🙏
BalasHapus