Jumat, 10 Januari 2014

Bangau di Banjar Petulu Gunung--- Anugerah Tuhan yang Keberadaannya Tidak Boleh Diganggu



Keberadaan burung bangau di desa Petulu tepatnya di banjar Petulu Gunung, desa  Petulu, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali tentu membuat sebagian orang bertanya-tanya mengapa bisa burung bangau tersebut bisa berada di sana dan seolah merasa aman tinggal berdampingan diantara manusia. Ternyata hal tersebut tidak terlepas dari fenomena Tuhan yang terjadi puluhan tahun yang lalu.
Masih jelas teringat oleh bapak Wayan Beneh, Bendesa adat desa Petulu ini bagaimana bisa burung bangau tersebut muncul di banjar Petulu Gunung. Pada awalnya masyarakat ingin menghaturkan karya atau yadnya pada tahun 1965. Beberapa hari setelah karya dilaksanakan muncul segerombolan burung berwarna putih atau burung bangau yang datang dan menetap di wilayah banjar Petulu Gunung. Kemudian masyarakat pun nunas baos atau bertanya ke orang pintar terkait dengan kejadian aneh dan unik tersebut dan akhirnya diketahui bahwa itu adalah merupakan anugerah Ida Sang Hyang Widhi yang akan menjadi pokok atau modal bagi masyarakat desa Petulu untuk merubah taraf hidup mereka.
Terdapat pelinggih khusus di pura desa puseh di banjar Petulu Gunung. Akan tetapi bukanlah burung bangau yang dipuja melainkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai dewa yang menjaga kestabilan alam serta para hewan dan binatang.
Pada awalnya masyarakat setempat sempat merasa tidak senang dengan keberadaan burung bangau ini, sebab burung bangau ini menyebabkan lingkungan banjar mereka dikotori dengan kotoran burung yang berserakan.baik itu dijalan, di pepohonan bahkan di sekitaran rumah yang menimbulkan pemandangan menjadi kurang bagus serta baunya amis. Sehingga masyarakat pun mengata-ngatai burung ini dengan kata-kata yang tidak baik dan bahkan ada yang sampai mengusirnya menggunakan galah/bambu panjang. Namun setelah itu, tiba-tiba burung tersebut merusak tanaman ketela rambat yang ditanam oleh warga dan tanaman tersebut dijadikan sarang oleh burung-burung tersebut. akhirnya masyarakat mengakui kesalahannya dan menghaturkan banten di pura seraya memohon maaf atas kesalahan tersebut dan sampai sekarang tidak ada masyarakat yang berani menggangu burung-burung kokokkan tersebut.
Beliau yang pernah menjadi kepala desa di desa Petulu selama 29 tahun ini pun mengatakan bahwa suatu ketika terdapat sebuah keluarga yang pergi berkunjung ke desa wisata petulu ini, anak yang mereka ajak sangat ingin mengambil salah satu dari anak burung bangau itu sampai ia menangis, karena orangtuanya tidak sampai hati maka diambilah seekor anak bangau tersebut untuk dibawa pulang. Ketika malam hari tiba-tiba keluarga tersebut didatangi oleh orang yang tinggi besar dan diminta untuk mengembalikan burung bangau tersebut kalau tidak maka akan terjadi bencana. Maka keesokan harinya keluarga tersebut mengembalikan anak burung bangau tersebut beserta menghaturkan banten Guru Piduka atau permohonan maaf.
Melalui kesakralan dari burung bangau disini ternyata dapat menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia bisa hidup harmonis dengan alam tanpa ada yang merasa terganggu. Selama hal itu diyakini sebagai suatu anugerah dari yang maha kuasa serta diterima dengan ikhlas dan senang hati. Semoga melalui keunikan yang berada di desa Petulu ini dapat menjadi inspirasi bagi seluruh manusia agar mulai berpikir untuk berusaha hidup harmonis dengan alam dan bukan berusaha untuk menaklukkannya saja. (wan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar